Purna Warta – Sejak Israel melancarkan serangan ke Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, rencana pemindahan paksa penduduk Palestina dari wilayah tersebut segera disusun.Hari ini, Minggu (26/01), langit Gaza masih diselimuti jejak kepedihan, tetapi hari ini, angin berembus membawa harapan baru. Di jalan-jalan sempit yang telah lama menyaksikan penderitaan, suara takbir dan nyanyian kemenangan Badai Al-Ahrar bergema, mengguncang dinding-dinding yang masih berdiri di antara reruntuhan.
Baca juga: Mimpi Buruk Trump: Gagalnya Rencana Relokasi Warga Gaza
Di antara kerumunan yang menyesaki alun-alun kota, wajah-wajah yang lelah menanti dengan penuh harap. Ketika gerbang perbatasan terbuka, satu per satu, para pejuang yang telah bertahun-tahun terkurung dalam gelapnya penjara Zionis melangkah keluar. Mata mereka berbinar, penuh dengan tekad yang tak pernah padam. Seorang ibu Palestina bergegas menyambut putranya yang dulu dibawa paksa dari pelukannya. Air mata membasahi wajahnya, tetapi tangannya tetap tegar ketika ia menaburkan bunga di atas kepala sang pejuang, seakan merestui perjalanannya yang takkan pernah berakhir.
Beberapa bulan sebelumnya, rezim Zionis berusaha menampilkan diri sebagai pemenang dengan membunuh Yahya Al-Sinwar. Namun, kenyataan berbicara lain. Rekaman perjuangan terakhir Abu Ibrahim mengubah segalanya, membongkar kebohongan yang selama ini mereka propagandakan. Dunia kini menyaksikan bahwa Gaza tidak pernah tunduk.
Dan kini, pembebasan 200 tahanan Palestina yang dijatuhi hukuman berat menjadi pil pahit yang harus ditelan Israel. Sosok-sosok yang pernah mereka anggap sebagai ancaman kini kembali ke tanah air mereka, siap melanjutkan perlawanan. Netanyahu, yang selama ini menolak pertukaran tahanan dengan harapan bisa menghancurkan Gaza, akhirnya harus mengakui kekalahan.
Di sudut lain, seorang pejuang muda mengangkat tinggi tangan anak kecil yang duduk di atas motornya, di bawah kibaran bendera perlawanan. Anak itu tersenyum bangga, seakan memahami bahwa ia sedang menyaksikan kembalinya para singa yang tak pernah menyerah.
Teriakan Kemenangan di Khan Yunis
Di Khan Yunis, suara “Khaibar Khaibar ya Yahud” bergemuruh dari bibir para tahanan yang baru saja dibebaskan. Mereka, yang selama ini dipenjara dalam dinginnya sel Zionis, kini berdiri tegak di tanah mereka sendiri. Ahmad Badi, yang telah menjalani 19 tahun hukuman dari total 40 tahun yang dijatuhkan padanya, mengenakan ikat kepala Brigade Al-Qassam dengan bangga, seraya berjanji bahwa perlawanan ini tidak akan berhenti.
Muhammad Abu Daraz, yang dahulu disebut telah syahid oleh Zionis, kini kembali, diangkat di atas bahu saudara-saudaranya. Tangannya yang kokoh menggenggam senjata, mengirimkan pesan jelas bahwa perlawanan masih hidup, bahkan semakin kuat.
Sambutan Haru di Tepi Barat
Di Tepi Barat, pemandangan tak kalah menggetarkan hati. Muhammad Al-Ardah, yang dikenal dunia setelah berhasil kabur dari penjara Gilboa, melangkah keluar dari tahanan untuk kedua kalinya. Dengan suara lantang, ia berkata, “Tidak ada perdamaian tanpa keadilan bagi Palestina.” Di kota Arraba, warga menyambutnya dengan teriakan, “Rakyat menginginkan Brigade Al-Qassam!”
Dalam hiruk-pikuk kegembiraan, seorang anak perempuan Palestina dengan bangga meletakkan bendera Hamas di kepala seorang mantan tahanan. “Mereka semua adalah saudara kita,” ucapnya, menegaskan bahwa perjuangan ini adalah milik semua orang Palestina.
Para Singa Menuju Kairo
Di atas bus menuju Kairo, sekelompok tahanan yang diasingkan duduk dalam diam yang penuh arti. Di antara mereka, ada Rabee Abu Al-Rub, yang telah menanggung dua kali hukuman seumur hidup. Dengan suara berat, ia berkata kepada warga Gaza, “Tempat kalian adalah surga di dunia ini.”
Younis Ali Muhammad Musaed, yang dipenjara sejak usia 17 tahun, duduk di sampingnya. Matanya menerawang jauh, membayangkan masa depan yang masih harus ia perjuangkan. “Aku belum selesai,” bisiknya lirih.
Sementara itu, Muhammad Al-Tous, tahanan tertua Palestina yang telah menghabiskan 40 tahun di balik jeruji besi, tersenyum tipis saat kendaraan melaju menjauh dari tanah airnya. “Mereka pikir dengan mengasingkan kami, perlawanan akan melemah,” katanya. “Mereka salah.”
Hari ini, Badai Al-Ahrar bertiup kencang, menandakan babak baru dalam perjuangan yang tak mengenal kata menyerah. Di setiap senyum, setiap genggaman tangan, dan setiap teriakan, ada pesan yang jelas: Palestina tidak akan pernah tunduk pada penjajahan dan penindasan. [MT]