HomeLainnyaOpini & CeritaToleransi Antar Umat Beragama di Iran

Toleransi Antar Umat Beragama di Iran

Iran lengkapnya Republik Islam Iran adalah sebuah negara di Timur Tengah. Sama dengan Indonesia, Iran juga adalah negara multi budaya. Ras Persia menjadi yang terbanyak dengan 61%, ras lainnya diantaranya Azerbaijan (16%), Kurdi (10%) dan Lorestan (6%). Di Iran juga terdapat keberagaman agama. Saat ini Islam adalah agama mayoritas dan menjadi agama resmi negara dengan populasi mencapai 98% dari total 75 juta jumlah penduduk. Mayoritas penduduk muslim Iran bermazhab Syiah dan minoritas dari mereka sekitar 4-8% adalah populasi muslim Sunni. 2% dari sisa penduduk Iran adalah penganut agama minoritas non muslim, seperti Kristen, Yahudi, Zoroaster, Yezidi dan aliran kepercayaan tradisional lainnya.

Dengan jumlah pengikut hampir mencapai 400 ribu, Kristen menjadi agama minoritas terbesar yang diakui di Iran. Sama halnya di Indonesia, dengan mayoritas muslim, Iran menjadikan Islam sebagai sumber konstitusi yang toleran dengan eksistensi agama lain. Dengan berprinsip pada surah Albaqarah ayat 256, “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam) dan prinsip toleransi dalam surah Alkafirun ayat 6, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” Iran mengakui bahwa keragaman manusia termasuk keyakinannya merupakan realitas obyektif yang tidak dapat ditolak dan dihilangkan.

Sesuai dengan pasal 12 konsitusi Iran (Qanun Asasi Iran) disebutkan bahwa agama resmi Iran adalah Islam dan mazhab resmi adalah Ja’fari Itsna ‘Asyari, sementara mazhab lain yang diakui adalah Hanafi, Syafi’i, Maliki dan Hanbali dan harus diberikan penghormatan penuh. Pengikut mazhab-mazhab tersebut memiliki hak untuk melakukan acara-acara peringatan dan perayaan berdasarkan mazhab fikihnya masing-masing. Memiliki kebebasan untuk mengajar dan mendapatkan pendidikan, dan hal-hal yang terkait pribadi seperti pernikahan, talaq, hak waris dan wasiat serta hukum-hukum lain masing-masing memiliki pengadilan sendiri-sendiri yang diakui dan difasilitasi negara.

Pada pasal 13 disebutkan, warga asli Iran penganut Zoroaster, Yahudi, Kristen dan penganut agama-agama minoritas lainnya yang diakui, sesuai konstitusi berhak untuk melakukan perayaan keagamaan, mendapatkan pendidikan keagamaan dan menjalankan ajaran agama sesuai yang diyakini. Pada pasal 14 mengatur dan mengikat  pemerintah Iran beserta aparat-aparatnya sampai tingkat bawah untuk berhubungan dengan penganut agama lain dengan cara yang baik dan akhlakul hasanah serta menjalankan hukum sesuai dengan keadilan Islam dan menghormati hak asasi mereka. Prinsip ini berlaku bagi mereka yang tidak berkonspirasi melawan Islam dan Republik Islam Iran. Sementara pada pasal 23 diatur mengenai larangan persekusi, main hakim sendiri, dan tidak seorangpun berhak untuk menyerang keyakinan agama dan mazhab lain.

Pada pasal 26 mengatur mengenai kebebasan warga untuk berserikat dan berkumpul berdasarkan kecenderungan politik, ekonomi serta agama selama tidak melanggar prinsip-prinsip kemerdekaan, kebebasan, persatuan nasional, prinsip-prinsip Islam, dan dasar-dasar Republik Islam. Selanjutnya dilarang untuk memaksa warga negara untuk turut serta dalam perkumpulan-perkumpulan yang dimaksud, sebab kebebasan terdapat pada ingin berserikat atau tidak ingin berserikat.

Dalam bidang politik, Kristen, Yahudi, Zoroastrianisme, dan Islam Sunni sebagai kelompok-kelompok minoritas yang resmi diakui oleh pemerintah, mendapat kursi di Parlemen Iran. Hak-hak untuk mengakses pendidikan, pekerjaan dan hak-hak asasi lainnya tetap mendapat jaminan dari negara.

Dengan konstitusi yang menjamin kebebasan beragama dan menganut mazhab yang diakui, warga Iran yang Sunni hidup dengan aman dan harmoni di tengah-tengah mayoritas masyarakat muslim Iran yang Syiah.  Penganut Sunni di Iran banyak di Kermansyah, Khurasan, Kurdistan, Sistan-Blucistan, Ghilan dan Ardibil. Di Tehran juga terdapat populasi Sunni dan mereka mengelola 9 masjid di ibu kota Iran tersebut.

Pelajar-pelajar Indonesia bermazhab Sunni menuntut ilmu teologi dan keislaman dipusatkan di Ghorghan. Saat ini ada sekitar 10 orang yang belajar di kota yang berjarak 410 km dari Tehran tersebut. Mayoritas penduduk Sunni Iran bermazhab Hanafiyah. Kerap kali, dosen-dosen dan guru besar universitas-universitas Islam Indonesia yang melakukan riset mengenai kehidupan beragama di Iran mengunjungi tempat-tempat Sunni di Iran, termasuk mengunjungi mahasiswa Indonesia Sunni yang ada di Ghorghan untuk mendapatkan informasi langsung mengenai kehidupan mereka di Iran ditengah-tengah yang mayoritas Syiah.

Bentuk-bentuk toleransi antar umat beragama yang terjalin di Iran, sekali lagi hampir sama dengan yang terjadi di Indonesia. Bangunan-bangunan ikonik dan bersejarah di Iran milik penganut Zoroaster, Yahudi dan Kristen masih tetap dijaga kelestariannya sampai hari ini. Penganut-penganut agama selain Islam bebas melakukan perayaan keagamaannya dan mendapatkan ucapan selamat dari pemerintah dan pemimpin tertinggi Iran.

Setiap menjelang hari Natal, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Sayid Ali Khamanei mengunjungi keluarga veteran Iran yang Kristiani untuk mengucapkan selamat Hari Natal secara langsung dan menyantap makanan khas Hari Natal yang disajikan tuan rumah. Sampai saat ini, Iran menjadi tujuan favorit wisatawan asing termasuk dari Eropa karena kenyamanan dan keamanan yang mereka dapatkan selama menulusuri tempat-tempat bersejarah di Iran. (IAP)

Must Read

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here