Trump dan Teori “Madman” Mencoba Strategi yang Berulang

Trump teori

Washington, Purna Warta – Ketika Trump pertama kali berkuasa pada tahun 2016, ia mengumumkan bahwa ia tidak akan mengungkapkan kebijakan luar negerinya secara terbuka dengan menggunakan strategi “Madman”, agar lawan-lawan Amerika tidak dapat memprediksi tindakannya.

Baca juga: Hamas Unjuk Kekuatan Saat Penyerahan Tawanan Zionis

Harapan Trump adalah bahwa ketidakpastiannya akan memaksa lawan dan sekutunya untuk menuruti keinginannya. Dengan kata lain, Trump kini sedang menerapkan strategi “Madman” dalam diplomasi, suatu pendekatan yang sebelumnya digunakan oleh Presiden Richard Nixon selama Perang Vietnam.

Nixon pernah menjelaskan strategi ini kepada kepala stafnya dengan mengatakan: “Saya menyebut ini sebagai teori Madman. Saya ingin orang-orang Vietnam Utara berpikir bahwa saya telah mencapai titik di mana saya mungkin melakukan apa saja untuk mengakhiri perang. Kami hanya perlu mengatakan hal-hal seperti, ‘Hati-hati, Nixon muak dengan komunisme. Kami tidak bisa menghentikannya saat dia marah. Tangannya ada di tombol nuklir.’ Maka, dalam dua hari, Ho Chi Minh akan pergi ke Paris dan memohon perdamaian.”

Ketika Trump pertama kali menjabat sebagai presiden, dalam pertemuan tentang perjanjian dagang Seoul-Washington, ia memerintahkan penasihat seniornya untuk menggambarkannya sebagai “gila” dan “tidak dapat diprediksi” demi menekan pihak negosiasi agar memberikan konsesi.

Teori “Madman” Tidak Menguntungkan Trump

Sebagai sebuah teknik negosiasi, teori “Madman” tampak memiliki logika tertentu. Misalnya, jika Anda berada di jalan dan melihat seseorang yang bertubuh besar berteriak-teriak, kemungkinan besar Anda akan menghindari konfrontasi atau mengambil jalan lain.

Namun, teknik ini kemungkinan besar tidak akan memberikan hasil yang diinginkan Trump. Misalnya, dalam analogi orang gila di jalan, jika orang tersebut meminta kunci mobil Anda, Anda tidak akan memberikannya hanya untuk menghindari bahaya.

Lebih penting lagi, tidak ada bukti kuat bahwa pendekatan ini berhasil dalam diplomasi internasional. Jika strategi ini efektif, Trump seharusnya telah memperoleh hasil nyata selama masa jabatan pertamanya, terutama dalam menghadapi Iran, Venezuela, Korea Utara, Rusia, dan China.

Pengalaman Global: Dari Iran hingga Venezuela

Dalam menghadapi Iran, pemerintahan Trump mencoba menunjukkan sikap yang tidak dapat diprediksi, impulsif, agresif, dan provokatif. Trump berpikir bahwa pendekatan ini akan memaksa Iran untuk bernegosiasi ulang, tetapi pada akhirnya, setelah empat tahun menjabat, tujuan ini tidak tercapai.

Dalam kasus Venezuela, Trump mendorong militer Venezuela untuk melakukan kudeta melawan pemerintahan Nicolás Maduro, tetapi upaya tersebut gagal total.

Baca juga: Sandera Israel Kembali dengan Senyuman dan Tas Hadiah, Sementara Warga Palestina yang Diculik dengan Bekas Luka

Pemerintah AS dan tim kebijakan luar negerinya sangat yakin bahwa Maduro bisa digulingkan dalam waktu beberapa minggu. AS bahkan menggalang dukungan dari sekitar 50 negara untuk mendukung Juan Guaidó, pemimpin oposisi. John Bolton, mantan penasihat keamanan nasional Trump, bahkan mengatakan bahwa perubahan rezim di Caracas hanya soal waktu.

Namun, prediksi AS meleset. Tidak hanya Maduro tetap berkuasa, tetapi dukungan internasional terhadap Guaidó juga semakin menurun, dan akhirnya, strategi AS di Venezuela runtuh.

Kegagalan Strategi Trump terhadap Rival AS

Pendekatan Trump terhadap negara-negara pesaing AS seperti Rusia, China, dan Korea Utara juga tidak menghasilkan keuntungan diplomatik yang signifikan.

Sebagian besar negara tidak memberikan konsesi besar kepada AS meskipun berhadapan dengan kepemimpinan yang tampak tidak stabil. Mereka tahu bahwa jika mereka tunduk sekarang, Trump hanya akan semakin agresif dan menuntut lebih banyak di masa depan.

Selain itu, teori Madman terbukti tidak efektif karena gagal mengamankan dukungan dari sekutu AS.

Sebagai contoh, selama masa jabatan pertama Trump, bahkan sekutu-sekutu dekat AS enggan untuk sepenuhnya mendukung kebijakannya terhadap Iran. Hal ini tidak mengejutkan, karena siapa yang mau mengandalkan seorang pemimpin yang tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dipercaya?

Dampak Negatif bagi Hubungan AS dengan Sekutunya

Pendekatan Trump tidak hanya tidak efektif terhadap musuh AS, tetapi juga merugikan hubungan AS dengan sekutu-sekutunya.

Langkah-langkah seperti:

  • Menerapkan tarif impor terhadap sekutu,
  • Mengurangi bantuan ekonomi dan militer,
  • Melemahkan dukungan keamanan untuk mitra strategis

telah menyebabkan banyak negara berpikir bahwa AS bukan lagi mitra yang dapat diandalkan.

Misalnya, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mulai menjalin hubungan yang lebih erat dengan China. Di Eropa, muncul diskusi serius tentang pembentukan tentara Eropa yang terpisah dari NATO, sebagai langkah untuk mengurangi ketergantungan pada AS.

Dengan demikian, strategi Madman yang diterapkan Trump tidak hanya gagal mencapai tujuannya, tetapi juga merusak posisi geopolitik AS di dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *