Washington, Purna Warta – Tepat 62 hari yang lalu, Presiden Donald Trump mengeluarkan ancaman langsung terhadap Iran: menyerahkan program nuklir sipilnya dalam waktu dua bulan, atau menghadapi serangan dalam waktu dekat.
Baca juga: Iran Tembak Jatuh Lagi Drone Israel Buatan Amerika
Dua bulan berlalu, dan pada hari Jumat, rakyat Iran terbangun oleh suara pesawat tempur Israel yang membombardir berbagai wilayah negara itu dalam serangan teroris yang disetujui dan didorong oleh Washington.
Di awal serangan yang menargetkan wilayah pemukiman, fasilitas nuklir, dan pangkalan militer—dan menyebabkan pembunuhan jenderal militer berpangkat tinggi serta ilmuwan nuklir—Menteri Luar Negeri Marco Rubio merilis pernyataan yang menyebut agresi Israel sebagai tindakan “sepihak.”
Pernyataan itu adalah kebohongan total, bertentangan langsung dengan ucapan Trump sendiri yang menyatakan bahwa “hari ke-61” telah tiba—dengan ancaman itu langsung dilaksanakan melalui kampanye pemboman oleh Israel.
Tidak ada yang bisa menyangkalnya: Amerika Serikat sepenuhnya bertanggung jawab dan terlibat dalam agresi ini.
Negosiasi yang berlangsung selama ini hanyalah taktik pengulur waktu, sebagaimana diakui oleh Wall Street Journal, dan sejak awal sudah dijalankan oleh AS dengan niat buruk. Bahkan tuntutan AS dalam perundingan yang dimediasi oleh Oman adalah penghancuran total fasilitas-fasilitas yang kini menjadi target.
Selain itu, Amerika Serikat secara rutin berbagi intelijen militer dengan rezim Israel ketika relevan—baik dalam genosida yang sedang berlangsung di Gaza, yang telah merenggut lebih dari 52.000 jiwa warga Palestina, maupun dalam agresi terhadap Lebanon, Suriah, dan Yaman.
Inilah status quo dari kerja sama militer AS-Israel—akan sangat aneh jika tiba-tiba AS tidak ikut membantu rezim tersebut dalam kampanye pemboman yang kini dikutuk secara global dan dipandang sebagai eskalasi besar dalam ketegangan.
Iran sejak awal berdirinya Republik Islam telah menjadi pendukung setia perjuangan Palestina, tidak hanya lewat kata-kata atau simbolisme, tetapi juga dalam bentuk nyata seperti pengiriman senjata, pelatihan, dan intelijen.
Karena solidaritas prinsipil ini, baik AS maupun Israel telah sejak lama berambisi menjalankan proyek “pergantian rezim” di Iran.
Kontradiksi dalam rezim Zionis juga terlihat jelas dalam situasi ini. Netanyahu kini sangat tidak populer—bukan hanya di wilayah pendudukan, tapi juga di mata dunia. Ia bahkan dikenai surat perintah penangkapan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan menjadi sasaran kecaman global.
Baca juga: Hamas Puji Peran Krusial Komandan Iran yang Syahid dalam Dukungan bagi Perjuangan Palestina
Proyek Zionis kini telah terbongkar sebagai proyek kolonial dan genosidal, sehingga perlawanan terhadapnya semakin populer bahkan di kalangan masyarakat Barat.
Kurang dari setengah warga AS yang disurvei kini bersimpati pada pendudukan Zionis—sebuah perubahan besar sejak Operasi Palestina “Banjir Al-Aqsa” pada Oktober 2023.
Upaya Israel mendemonisasi Iran dimaksudkan bukan hanya untuk mengembalikan legitimasi buatan Israel, tapi juga untuk menyelamatkan Netanyahu dari kehancuran politik di wilayah pendudukannya sendiri.
Karena AS adalah penyambung nyawa keberadaan Israel, maka sangat penting bagi AS untuk mendukung—bahkan kadang mengarahkan (meski secara diam-diam)—agresi militer brutal Israel.
Iran telah menyatakan bahwa Amerika Serikat adalah pihak yang ikut berperang (co-belligerent) dan telah menarik diri dari perundingan yang dijadwalkan pada hari Minggu di Oman. AS, dengan dukungan penuhnya terhadap Israel, bukanlah pengamat pasif, tetapi peserta aktif dalam serangan terhadap kedaulatan Iran.
Republik Islam Iran tidak akan tunduk pada intimidasi ini, dan sikapnya telah nyata terlihat dalam respons militer berupa serangan rudal pada Jumat malam terhadap agresi militer Israel yang didukung AS.
Puluhan tahun sanksi, pembunuhan, dan sabotase telah mempersiapkan Iran untuk momen kritis ini.
Oleh Musa Iqbal
Musa Iqbal adalah seorang peneliti dan penulis yang berbasis di Boston dengan fokus pada kebijakan domestik dan luar negeri Amerika Serikat.