Kebijakan Tarif Trump 32 Persen Berdampak Tidak Langsung ke Sektor Properti Indonesia

Jakarta, Purna Warta – Indonesia turut merasakan dampak dari kebijakan tarif timbal balik (reciprocal tariff) yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, dengan tarif yang dikenakan kepada Indonesia mencapai 32 persen. Kebijakan ini berpotensi menimbulkan dampak langsung maupun tidak langsung pada berbagai sektor, termasuk sektor properti.

Baca juga: Danantara Masih Belum Danai Proyek Hilirisasi Batu Bara 

Dalam acara Colliers Virtual Media Briefing, Senior Associate Director Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto, mengungkapkan bahwa industri properti akan merasakan dampak tidak langsung dari kebijakan tersebut. Menurutnya, kebijakan tarif tinggi dari Trump berpotensi menekan ekspor Indonesia ke AS, yang pada akhirnya bisa memengaruhi kondisi ekonomi nasional secara menyeluruh.

Nah, sektor properti sendiri sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi suatu negara. Jika terjadi penurunan ekonomi, maka sektor properti pun bisa ikut terdampak.

“Kuncinya kalau properti mau bagus, GDP harus bagus. Untuk mencapai GDP bagus, harus ada faktor-faktor ke arah sana. Kalau ekspor turun, pasar terbatas tidak bisa mencari peluang pasar baru, tentu akan akan mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan sehingga itu akan berdampak ke properti. Karena nanti inflasi naik, suku bunga naik, nah ini kan salah satu faktor yang akan sangat berdampak pada penyerapan properti, terutama suku bunga dari exchange rate-nya,” jelas Ferry dalam acara tersebut, Senin (14/4/2025).

Lebih lanjut, Ferry menjelaskan bahwa sektor perkantoran tidak terlalu merasakan dampak langsung karena kebijakan tarif lebih berkaitan dengan arus perdagangan. Dampak yang lebih terasa akan dirasakan pada barang-barang ekspor yang digunakan dalam sektor properti, seperti teknologi dan barang-barang impor yang belum memiliki pengganti lokal.

“Jadi itu umumnya akan berdampak lebih kepada properti kelas atas. Karena properti kelas atas itu banyak komponen impor yang didatangkan dari luar (negeri). Tapi komponen impor properti kita dari Amerika tidak banyak. Jadi secara umum hanya berdampak pada properti kelas atas dan juga kita masih ada substitusi impor barang serupa dari negara lain,” tuturnya.

Sementara itu, sektor ritel juga diperkirakan akan mengalami dampak, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, kebijakan ini berpotensi menyebabkan gangguan dan ketidakpastian pasar.

Baca juga: Indonesia Siapkan Tambahan Impor US$ 18-19 Miliar dari AS sebagai Kompensasi Tarif 32%

“Tapi kalau untuk jangka panjangnya ini sebenarnya ada aspek positif, tentu ini akan mendorong retailer untuk mendiversifikasi produknya yang produk-produk domestik dan mengurangi ketergantungan dari impor,” ungkapnya.

Meski begitu, Ferry menilai bahwa untuk barang-barang bermerek impor (branded goods), permintaan tetap akan stabil. Masyarakat kelas atas diperkirakan akan tetap membeli produk-produk tersebut meskipun terjadi kenaikan harga.

Sebagai tambahan informasi, tarif timbal balik atau tarif Trump merupakan kebijakan AS berupa pengenaan bea ad valorem tambahan pada semua impor dari mitra dagang, kecuali sektor tertentu seperti farmasi, mineral penting, dan semikonduktor. Barang-barang yang dikenai tarif mencakup peralatan elektronik, makanan, kopi, minuman keras, pakaian, sepatu, kendaraan, hingga suku cadang.

Bea ad valorem adalah bea atau pajak yang dikenakan atas nilai barang impor dalam bentuk persentase tetap. Dalam kebijakan tarif Trump, persentase ini ditetapkan sebesar 10 persen, namun bisa bervariasi tergantung negara mitra. Untuk Indonesia, tarif tersebut ditetapkan sebesar 32 persen.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *