Jakarta, Purna Warta – Bareskrim Polri telah menyelesaikan penyelidikan terkait dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Dalam penyelidikan tersebut, ijazah S1 Universitas Gadjah Mada (UGM) milik Jokowi telah diuji dan dibandingkan dengan dokumen pembanding. Hasilnya menunjukkan bahwa dokumen tersebut identik dan asli.
Menanggapi hasil tersebut, Wakil Ketua Umum Pro-Jokowi (Projo), Freddy Alex Damanik, menyampaikan pandangannya. Ia menduga bahwa pihak Roy Suryo kemungkinan besar tidak akan menerima hasil penyelidikan yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian.
“Hasil penyelidikan setidaknya bisa memberikan kepastian hukum kepada Pak Jokowi. Publik mungkin sedang menunggu respons Roy Suryo dkk walaupun sejak awal bahkan sampai sekarang kami juga masih ragu apakah pihak Roy Suryo akan menerima hasil penyelidikan ini,” kata Freddy kepada wartawan, Jumat (23/5/2025).
Freddy menilai bahwa penolakan terhadap hasil penyelidikan justru bisa memperkuat dugaan adanya niat buruk di balik tudingan tersebut.
“Kalau Roy Suryo dkk masih belum bisa menerima hasil penyelidikan ini justru akan semakin membuktikan niat jahat ‘mens rea’ Roy Suryo dkk untuk menyerang kehormatan, harkat, dan martabat Pak Jokowi,” katanya.
Lebih lanjut, Freddy menyatakan bahwa proses hukum terhadap Roy Suryo dan pihak terkait penting agar publik dapat belajar bahwa kebebasan berpendapat memiliki batas dan harus disertai dengan tanggung jawab.
“Oleh karena itulah mereka semua sangat pantas menjalani proses hukum agar publik bisa melihat dan belajar dari kasus ini, bahwa kebebasan berpendapat/berekspresi memang merupakan hak yang dijamin dan dilindungi oleh UUD 1945. Namun setiap warga dalam menjalankan hak dan kebebasan tersebut tidak boleh juga melanggar hak dan kebebasan warga negara lain. Dan itu juga dijamin dan dilindungi oleh UUD 1945,” imbuh Freddy.
Ia menekankan bahwa ekspresi dan kritik dalam demokrasi harus didasarkan pada fakta, bukan asumsi yang menyesatkan.
“Kejadian ini merupakan pelajaran penting dalam bernegara. Sekali lagi kita tidak bisa menyerang hak dan kehormatan orang lain dengan alasan kita melakukan kritik dan kebebasan berekspresi, karena kritik harus berdasarkan fakta bersifat objektif untuk memperbaiki kesalahan, sedangkan fitnah tidak berdasarkan fakta, hanya asumsi dan kebohongan, bersifat subjektif bertujuan untuk merusak reputasi, menimbulkan konflik,” kata Freddy.
Freddy berharap agar proses hukum yang sedang berjalan dapat menjadi pembelajaran bersama bagi seluruh masyarakat. Sebelumnya, Presiden Jokowi juga telah melaporkan sejumlah pihak ke Polda Metro Jaya atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik terkait isu ijazah palsu ini.
“Sekali lagi kami berharap peristiwa ‘ijazah palsu Jokowi’ ini bisa menjadi pembelajaran bagi publik, dalam menjalankan kebebasan dan haknya yang harus ada batasannya,” pungkasnya.
Penyelidikan Resmi Dihentikan
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa penyelidik telah mendapatkan dokumen asli ijazah sarjana kehutanan atas nama Joko Widodo dengan NIM 1681KT dari Fakultas Kehutanan UGM yang diterbitkan pada 5 November 1985. Dokumen tersebut telah diuji secara laboratoris, termasuk bahan kertas dan elemen lain seperti pengaman kertas dan cap stempel, serta dibandingkan dengan sampel milik tiga rekan seangkatan Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM. Hasilnya, dokumen-dokumen tersebut identik.
“Penyelidik mendapatkan dokumen asli ijazah sarjana kehutanan nomor 1120 atas nama Joko Widodo dengan NIM 1681KT Fakultas Kehutanan UGM pada tanggal 5 November 1985 yang telah diuji secara laboratoris berikut sampel pembanding dari 3 rekan pada masa menempuh perkuliahan di Fakultas Kehutanan UGM meliputi bahan kertas,” ujar Djuhandhani dalam konferensi pers, Kamis (22/5).
“Hasil penyelidikan ini telah dilaksanakan gelar perkara untuk memberikan kepastian hukum dengan hasil tak ditemukan adanya tindak pidana,” kata Djuhandhani.
Pengaduan masyarakat atas isu ini sebelumnya dilakukan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), yang ditandatangani oleh Eggi Sudjana sebagai perwakilan. Setelah dilakukan penyelidikan menyeluruh, kepolisian menyimpulkan tidak ada unsur pidana dalam laporan tersebut.
“Penyelidikan itu gunanya untuk apa? Untuk mengetahui apakah ada perbuatan pidana atau tidak sesuai yang diadukan. Kalau itu sesuai ada tindak pidana dan sebagainya, tentu langkah lebih lanjut adalah membuat laporan polisi, kemudian proses lidik. Namun, dari pengaduan ini, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbuatan pidana sehingga perkara ini dihentikan penyelidikannya,” tutupnya.