HomeLainnyaIslamiArbain Imam Husain as, antara Ritual Agama dan Wisata

Arbain Imam Husain as, antara Ritual Agama dan Wisata

Oleh : Husein Alkaff

Setelah Abu Abdillah al Husain as. beserta para pemuda Ahlul Bait dan para sahabatnya gugur syahid di Karbala pada tanggal Sepuluh Muharram, keluarga beliau dan keluarga para sahabatnya yang masih hidup, seperti Imam Ali Zainal Abidin as. dan Siti Zainab, digiring dan diarak oleh pasukan Umar bin Sa’ad ke Kufah. Mereka berjalan kaki dengan tangan terbelenggu laksana budak dan tawanan yang terhina. Lapar yang menusuk perut, haus yang mencekik tenggorokan, dan sedih yang dalam menyesakkan dada menyiksa mereka.

Penderitaan mereka tidak berakhir di Kufah. Setelah untuk beberapa waktu berada di Kufah, mereka digiring dan diarak kembali dalam keadaan seperti itu, sementara di depan mereka kepala Al Husain tertancap di ujung tombak. Mereka bergerak menuju Syam yang berjarak ratusan kilo meter dari Kufah, dan memakan waktu beberapa minggu. Mereka menetap di Syam untuk beberapa hari, lalu mereka dipulangkan ke Madinah melalui Karbala. (Infografis: Perjalanan Kafilah Al-Husain dari Madinah Hingga Kembali ke Madinah)

Di Karbala ini lah mereka kembali menyaksikan jasad-jasad mulia, khususnya jasad suci Abu Abdillah al Husain as. Diriwayatkan dalam kitab Bihâr al Anwâr bahwa seorang sahabat Nabi saw. bernama Jabir bin Abdullah al Anshari ra. adalah orang yang pertama kali berziarah ke makam Imam al Husain as. setelah berlalunya empat puluh (arbain) dari kesyahidannya. Sebelum mendatangi jasad al Husain as., Jabir mandi dan berjalan tanpa alas kaki, dan tanpa penutup kepala.

Dalam kitab Lawâ’ij al Asyjân disebutkan bahwa pada saat itu Jabir berjumpa dengan keluarga Nabi saw, yang baru datang dari Syam. Jabir menemui Imam Ali Zainal Abidin as. kemudian Imam berkata kepadanya, “Ya Jabir, di sini lah laki-laki kami dibantai, anak-anak kecil kami disembelih, wanita-wanita kami ditawan dan kemah-kemah kami dibakar”.

Ziarah Arbain, Ritual Agama yang Dianjurkan

Sejak itu lah, dari masa ke masa para pecinta dan pengikut Ahlul Bait berziarah ke makam Imam al Husain as. Pada masa-masa tertentu mereka dilarang menziarahinya, dan bahkan sebagian penguasa yang membenci Ahlul Bait menyiksa para peziarah makam Imam al Husain as. Sesungguhnya ziarah Arbain sendiri merupakan satu ajaran yang dianjurkan oleh para Imam Ahlul Bait as., bahkan Imam Ja’far al Shadiq as. pernah berjalan kaki menuju makam Imam al Husain as. Dalam sebuah riwayat dari Imam Hasan al-Askari as, dia mengatakan bahwa salah satu tanda orang mukmin adalah membaca Ziarah Arbain.

Berjalan kaki tanpa alas kaki dengan tangan yang terbelenggu dan dengan rasa lapar serta rasa haus yang mendera juga jiwa terluka yang dialami oleh keluarga Nabi saw. merupakan penderitaan yang amat berat. Penderitaan ini bukan lah sebuah pilihan yang dikehendaki oleh mereka, tapi sebuah resiko dari sebuah pilihan yang mereka ambil. Mereka memilih untuk bergabung bersama Imam al Husain as. dalam melawan Yazid, seorang tiran jahat yang hendak merusak agama Islam, dengan resiko yang berat, yaitu penderitaan tadi. Mereka memahami dengan baik resiko berat yang harus mereka bayar demi membela kebenaran dan keadilan.

Berbeda dengan rasa penderitaan yang dialami oleh keluarga Nabi saw., para peziarah Arbain melakukan perjalanan dari beberapa kota menuju Karbala dengan berjalan kaki karena sebuah pilihan yang mereka kehendaki sendiri bukan karena sebuah resiko. Dengan kesadaran sendiri, mereka memilih untuk berjalan kaki menuju Karbala dengan tujuan merasakan sedikit dari penderitaan yang dialami oleh keluarga Nabi saw. di atas tadi, dan demi mendapatkan pahala yang besar dari Allah swt. karena ibadah yang dilakukan dengan berat akan mendatangkan pahala yang lebih besar.

Berjalan kaki lebih dari Seratus kilo meter untuk berziarah ke makam Imam al Husain as. pada ritual Arbain telah memberikan spirit yang luar biasa dan pengalaman yang tak ternilai bagi mereka yang pernah menjalankannya. Semangat dan pengalaman itu kini telah mendorong para pecinta Ahlul Bait as. lainnya di seantero dunia untuk melakukan ritual Arbain dengan harapan mencicipi sedikit dari penderitan keluarga Nabi as.

Filosofi Arbain yang (Dikhawatirkan) Bergeser

Oleh karena itu, dari tahun ke tahun sejak pemerintahan Saddam Husein jatuh, ritual Arbain makin ramai dijalankan oleh para pecinta Ahlul Bait, baik dari dalam negeri Irak sendiri maupun dari luar Irak. Jalur perjalanan dari Najaf ke Karbala selain sesak dengan para peziarah, juga penuh dengan posko-posko yang siap melayani (berkhidmat kepada) para peziarah. Aneka ragam layanan ditawarkan; dari makanan dan minuman ringan hingga layanan jasa (seperti memijit).

Saya yakin, tujuan utama para penziarah Arbain dengan jalan kaki adalah ingin merasakan sedikit dari penderitaan keluarga Nabi as. itu. Ketika mereka menikmati aneka ragam layanan selama perjalanan, maka hal itu tidak mengurangi tujuan utama dari ziarah. Meskipun, barangkali mengurangi penghayatan spiritual dan kekhusyu’an hati. Bagaimanapun juga, keramaian dan layanan yang berlimpah tidak bisa dielakan, dan menikmati layanan itu pun tidak bermasalah. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana semua kemudahan dan layanan itu tidak menggeser niat dan tujuan utama dari ziarah menjadi sebuah piknik yang menghibur. Karena itu, mempersiapkan segala sesuatu demi kenyamanan dan kesenangan dalam menjalankan ritual Arbain (khawatir) bisa menggeser filosofi ziarah Arbain itu sendiri. Sehingga ritual Arbain menjadi sebuh wisata yang menghibur diri, dan pada gilirannya, hilanglah kesempatan untuk merasakan sedikit dari pederitaan keluarga Nabi saw. dan raiblah peluang mendapatkan pahala yang besar dari Allah SWT.

Semoga para peziarah tetap konsisten dengan niatnya semula, yaitu berziarah Arbain, meneladani apa yang telah ditunjukkan oleh orang-orang saleh terdahulu.

Must Read

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here