Yerusalem, Purna Warta – Pengadilan tinggi Israel pada Rabu (29/9) memutuskan untuk menunda selama enam bulan sidang petisi kelompok Yahudi untuk mengevakuasi desa Khan al-Ahmar di Yerusalem timur.
Menurut situs web Haaretz, pengadilan mengkritik pemerintah Israel karena menunda keputusannya mengenai pembongkaran desa Badui tersebut selama lebih dari satu dekade dan memberi waktu hingga 6 Maret 2022 untuk mengambil keputusan mengenai masalah tersebut.
“Negara tidak konsisten dalam argumennya dan tidak menindaklanjuti pernyataannya. Tidak diragukan lagi hari semakin dekat ketika kita tidak bisa lagi menerima petisi yang tidak dapat disimpulkan, hal tersebut tidak dapat diperpanjang hingga tak terbatas.” kata pengadilan.
“Kami berharap pada saat itu, kami akan disajikan dengan keputusan yang jelas setelah menjelajahi semua opsi,” tambah hakim pengadilan.
Awal bulan ini, pengadilan tinggi menyebut permintaan untuk menunda sidang adalah hal yang memalukan. Mereka memutuskan bahwa mereka akan menunda sidang hanya dua bulan, dan tidak akan menyetujui penundaan lebih lanjut.
Pemerintah Israel membenarkan penundaan tersebut berdasarkan komplikasi diplomatik dan keamanan saat ini.
Petisi untuk pembongkaran desa Palestina diajukan oleh LSM sayap kanan Regavim, meminta pemerintah menetapkan tanggal evakuasi desa. Petisi itu sudah disetujui pengadilan dua tahun lalu.
Regavim menanggapi putusan pengadilan tinggi pada hari Rabu (29/9), mengatakan bahwa penundaan pemerintah adalah bagian dari masalah.
“Penundaan yang dilakukan tidak akan menyembunyikan tuntutan sederhana, negara Israel harus melawan pengambilalihan Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem,” kata kepala Regavim Meir Deutsch.
Kelompok hak asasi manusia Friends of the Jahhalin juga menanggapi, dengan mengatakan, “Sayang sekali pengadilan memberikan perpanjangan lagi dan tidak langsung menolak petisi yang melanggar nilai-nilai kesetaraan. Sudah waktunya untuk menemukan solusi yang adil dan disepakati. Sebuah solusi untuk kepentingan Badui.”
Keputusan pengadilan tinggi hari Rabu (29/9) menandai putaran keenam petisi mengenai evakuasi desa, dimulai pada tahun 2009 ketika otoritas pendudukan Israel (IOA) mengeluarkan perintah pembongkaran terhadap bangunan di desa. Sejak itu, petisi telah diajukan ke pengadilan oleh berbagai pihak Israel yang berusaha untuk menegakkan pembongkaran, serta oleh penduduk yang menyerukan pembatalan. Pengadilan tinggi secara rutin menolak petisi ini menunggu pemerintah yang memutuskan masalah penggusuran dan memberikan perintah yang jelas dalam hal ini.
Pada September 2018, Parlemen Eropa memperingatkan Israel bahwa menghancurkan Khan al-Ahmar dan menggusur penduduknya akan menjadi pelanggaran hukum humaniter internasional di bawah Konvensi Jenewa.
Mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berulang kali berjanji untuk mengevakuasi desa tersebut. Dalam sebuah wawancara dengan TV Channel 12 satu setengah tahun yang lalu, dia mengatakan bahwa evakuasi akan dilakukan segera. Tahun lalu selama krisis politik Israel, IOA mengatakan kepada pengadilan bahwa evakuasi akan ditunda sampai pemerintahan baru dibentuk.
Penduduk Khan al-Ahmar, yang dikenal sebagai Badui al-Jahhalin, adalah pengungsi dari gurun Negev yang telah tinggal di daerah Yerusalem selatan ini sejak pemindahan mereka oleh tentara pendudukan Israel pada tahun 1967.
Selama bertahun-tahun, pemerintah Israel telah menolak untuk mengakui komunitas Badui al-Jahhalin atau memberi mereka izin bangunan.