Washington D.C., Purna Warta – Amnesty International dalam laporannya pada hari Selasa (1/2) menyebut Israel adalah sebuah rezim apartheid yang didirikan berdasarkan kebijakan pemisahan etnis, perampasan, dan pengucilan, dan telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Terkait laporan tersebut, Departemen Luar Negeri AS tidak terima Amnesty International memperkenalkan Israel sebagai rezim apartheid. Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price dalam pernyataannya menyebutkan AS sendiri tidak pernah menggunakan terminologi tersebut untuk Israel.
Baca Juga : Sana’a: Kami Tidak Ragu Hadapi Angkatan Laut Agresor
Dia menegaskan bahwa AS menolak pandangan yang menyebut tindakan Israel sebagai apartheid.
“Komunitas internasional harus mengambil tindakan untuk menghentikan kejahatan ini. Tindakan Israel terhadap Palestina melanggar hukum internasional,” kata Direktur Amnesty International, Agnes Callamard ketika mempresentasikan laporan tersebut.
Dia meminta rezim Zionis untuk mengakhiri apartheid terhadap rakyat Palestina yang hidup di bawah pendudukan dan menyeru komunitas internasional untuk mengambil tindakan terhadap kejahatan anti-kemanusiaan Israel di Palestina.
Baca Juga : Iran Tidak Akan Melakukan Pembicaraan Langsung Dengan Amerika Serikat
“Laporan kami tentang kejahatan Israel merupakan hasil dari empat tahun kegiatan yang terus menerus. Israel harus menghormati hak asasi semua orang, termasuk orang Palestina,” tegas Callamard.
Dalam beberapa hari terakhir, ratusan warga Palestina memprotes perampasan tanah dan properti mereka oleh militer rezim Zionis di Gurun Negev.
Diperkirakan ada 300 ribu warga Arab di wilayah Negev, yang mendiami hanya 5 persen dari tanah mereka, sementara 95 persen sisanya telah dirampas oleh rezim penjajah Israel sejak 1948.
Baca Juga : PBB & Kelompok HAM Salahkan Taliban atas Hilangnya Jurnalis