Dalam laporan pemberitaan menyebutkan bahwa di tengah ketidakjelasan masa depan gencatan senjata Gaza akibat tipu daya dan sabotase dari Israel dan Amerika, Mohammad Nazzal mengungkapkan bahwa ada upaya baru dari Qatar untuk menghidupkan kembali jalannya negosiasi, dan Hamas menyambut baik setiap inisiatif yang bertujuan menghasilkan hasil positif untuk rakyat dan perjuangan Palestina.
AS Harus Hilangkan Keberpihakan Jika Ingin Jadi Mediator
Dalam wawancaranya dengan Arabi 21, Nazzal mengatakan: “Masih terlalu dini untuk membicarakan hasil positif atau negatif dari negosiasi, karena pengalaman sebelumnya membuktikan bahwa hasil negosiasi tidak bisa diprediksi, terutama dengan manuver, tipu muslihat, dan pengelakan yang dilakukan oleh Netanyahu.”
Ia menjelaskan bahwa proposal Steve Witkoff, utusan AS untuk Timur Tengah, telah ditinjau secara menyeluruh oleh Hamas, dan: “Sayangnya, proposal tersebut membawa kita mundur ke belakang dan tidak menawarkan sesuatu yang baru.”
Namun, Hamas menerima proposal itu sebagai kerangka umum untuk negosiasi, demi mengurangi penderitaan rakyat Palestina, setelah berkonsultasi dengan faksi-faksi Palestina lainnya, dengan menambahkan catatan penting untuk memperkuat draf gencatan senjata. Namun, penolakan Witkoff terhadap usulan Hamas dan sikerasnya ia mempertahankan naskah aslinya, bertentangan dengan klaim AS bahwa dokumen itu hanya kerangka umum negosiasi.
Nazzal menegaskan: “Jika AS benar-benar ingin menjadi mediator, ia harus menghentikan keberpihakan terhadap Israel dan menjaga posisi netral. Jika tidak, mediasi mereka akan gagal total.”
Israel Ingin Lanjutkan Perang Setelah Dapat Tawanannya
Menurut Nazzal, mereka yang mendesak Hamas menerima proposal Witkoff adalah pihak yang nantinya akan menyalahkan Hamas ketika Israel kembali melanjutkan agresinya seminggu setelah kesepakatan. “Desakan Israel untuk membebaskan 10 tawanan hidup dan 18 jasad pada minggu pertama hanyalah akal-akalan Netanyahu untuk membebaskan tawanannya, lalu mencari alasan untuk keluar dari kesepakatan dan kembali menyerang—seperti yang terjadi Januari 2025.” “Kami tidak akan tertipu dua kali dari lubang yang sama,” lanjutnya.
“Dari awal negosiasi, kami telah menegaskan bahwa Netanyahu dan sekutunya tidak ingin gencatan senjata permanen, tetapi menginginkan perang yang tak berkesudahan.”
Tujuan Israel: Mengusir Penduduk dan Menghancurkan Perlawanan
“Netanyahu dan kelompoknya ingin mengusir rakyat Palestina dari Gaza dan menghancurkan perlawanan sepenuhnya. Kepentingan pribadi Netanyahu dan ideologi fasis rekan-rekannya saling terkait dan membuat mereka mempertahankan perang dengan segala cara. Mereka percaya bahwa akhir perang adalah akhir koalisi pemerintahannya,” tegas Nazzal.
Serangan Balasan di Gaza Bukti Kekuatan Perlawanan
Nazzal menyoroti operasi militer pejuang Palestina di Jabalia Timur dan Shuja’iyya, yang dalam dua hari berturut-turut menimbulkan kerugian besar pada militer Israel, membuktikan bahwa: “Perlawanan belum mati dan tidak akan punah. Ini adalah bukti bahwa kami mampu menghancurkan kekuatan musuh dan menolak tuntutan untuk melucuti senjata kami.”
Hamas: AS Dukung Total Rezim Zionis
Dalam konteks negosiasi langsung Hamas-AS, Nazzal menyatakan bahwa perlawanan hanya punya dua pilihan:
-
Menyerah (yang berarti kehancuran)
-
Bertahan (yang berarti kelangsungan hidup)
Ia mengungkapkan bahwa negosiasi dilakukan dalam dua tahap:
-
Pertama: dengan Adam Boehler, utusan AS untuk urusan tawanan
-
Kedua: dengan Bshara Bahbah, akademisi dan aktivis politik berdarah Palestina yang dekat dengan pemerintah AS
“Kami menyambut negosiasi ini karena penting bagi AS untuk mendengar langsung posisi kami. Namun, lobi Zionis sangat mengakar dalam pemerintahan AS saat ini sebagaimana sebelumnya, dan AS mendukung sepenuhnya Israel dan kepentingannya.”
Negara-Negara Arab Justru Perkuat Hubungan dengan Israel
Nazzal memuji perubahan sikap Eropa: “Keputusan Uni Eropa untuk meninjau kembali perjanjian kerjasama dengan Israel adalah langkah besar menuju sikap yang menentang perilaku teroristik dan pelanggaran HAM Israel.”
“Namun sayangnya, kebangkitan di Eropa tidak diikuti oleh kebangkitan serupa di kalangan negara-negara Arab. Bahkan setelah 7 Oktober 2023, beberapa negara Arab justru meningkatkan hubungan militer, keamanan, dan ekonomi mereka dengan Israel.”
AS dan Israel Ubah Bantuan Menjadi Perangkap Maut
Terakhir, Nazzal mengecam keras mekanisme distribusi bantuan yang dibuat oleh AS dan Israel: “Sungguh memalukan bahwa negara adikuasa seperti AS tidak mampu menyediakan mekanisme aman untuk menyalurkan bantuan kepada warga Gaza yang mengalami kelaparan.”
“Apa yang terjadi dengan skema bantuan ini menimbulkan pertanyaan penting: Apakah ini hasil konspirasi AS dan Israel, atau sekadar ketidakmampuan Washington?”
Ia menyebut mekanisme bantuan ini sebagai: “Instruksi untuk kematian, dan jebakan untuk membunuh rakyat Palestina.”
“PBB, lembaga-lembaga dan organisasi kemanusiaan internasional punya rekam jejak yang baik dalam menyalurkan bantuan. Jika AS benar-benar ingin membantu rakyat Palestina, biarkan rakyat sendiri yang memilih bagaimana bantuan harus disalurkan.”