Manama, Purna Warta – Kelompok oposisi utama di Bahrain menyerukan sebuah boikot terkait pemilihan legislatif yang akan berlangsung di bulan November nanti.
Al-Wefaq, dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada hari Rabu (14/9), menggambarkan boikot pemilihan 12 November adalah sebagai tugas nasional, dan menekankan bahwa rezim Manama yang berkuasa sedang berupaya mempertahankan kontrol mutlak atas proses pemilihan dan berusaha untuk memasang legislatif yang lemah, yang tugas utamanya adalah untuk memperkuat citra dinasti Al Khlifah yang korup dan menutupi pelanggaran hak asasi manusianya.
Ia menambahkan bahwa keretakan konstitusional dan politik antara rezim Bahrain dan negara semakin dalam dari hari ke hari, alasan utamanya adalah kurangnya kesepakatan sosial antara kedua belah pihak.
Baca Juga : Negara-Negara Termiskin Dorong Kompensasi Pada Pembicaraan Iklim PBB
Dengan tidak adanya pemerintahan yang nyata, rezim Al Khalifah melanjutkan pemerintahan otoriternya dengan memaksakan kehendak politik, ekonomi, keamanan dan sosialnya di negara Bahrain, kata Wefaq.
“Boikot pemilu mendatang adalah hal terkecil yang dapat dilakukan seseorang dalam menghadapi penindasan, korupsi, tirani dan dominasi di Bahrain,” Wefaq menyoroti, dirinya menekankan bahwa kelanjutan dari situasi saat ini akan menimbulkan bahaya nyata bagi mata pencaharian, keamanan dan masa depan rakyat Bahrain serta generasi mendatang.
“Kami tegaskan kembali bahwa satu-satunya solusi untuk krisis di Bahrain adalah solusi komprehensif yang memberikan hak penuh kepada rekan senegaranya untuk secara bebas memilih jenis sistem politik yang mereka inginkan sebagaimana diatur oleh perjanjian internasional, terutama Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik,” bunyi pernyataan itu.
Ia menambahkan, “Ada kebutuhan untuk berubah dari rezim otoriter ke pemerintahan demokratis, di mana orang dapat membuat pilihan mereka melalui mekanisme demokratis dan damai daripada pemerintahan yang telah terbukti gagal dan tidak efektif. Rezim otoriter tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi krisis dan justru memperburuknya.”
Baca Juga : Tiba di Yerusalem, Bin Zayed ‘Sowan’ ke Petinggi Israel
“Negara-negara yang mendukung rezim Al Khalifah memiliki tanggung jawab terhadap rakyat Bahrain, khususnya negara-negara yang mengklaim sebagai pendukung demokrasi dan kebebasan tetapi berusaha untuk melanggengkan tirani dan pelanggaran hak asasi manusia,” Wefaq menggaris bawahi.
Kembali pada pertengahan Juli, ulama Syiah paling terkemuka Bahrain menolak pemilihan parlemen mendatang sebagai bencana baru dan bencana bagi negara, pihaknya menyatakan bahwa jajak pendapat hanya akan memperkuat tindakan reaksioner dan menindas dinasti Al Khalifah yang dapat membahayakan kepentingan rakyat Bahrain.
Ayatullah Agung Sheikh Isa Qassim mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pemilihan November akan memperburuk penderitaan bangsa Bahrain, mengkonsolidasikan kediktatoran rezim Manama yang berkuasa dan memperluas kesulitan yang dialami rakyat.
Pemilihan umum dijadwalkan akan diadakan di Bahrain pada 12 November untuk memilih 40 anggota Dewan Perwakilan.
“Mereka yang percaya pada Syariah (hukum Islam) tidak boleh tinggal diam dalam menghadapi pemilihan yang tidak adil ini, yang bertujuan untuk menentukan nasib bangsa di luar kehendak mereka dan selanjutnya meminggirkan dan melanggar kepentingan rakyat,” kata ulama senior Bahrain itu.
Baca Juga : Parade Pasukan Keamanan Yaman di Sana’a
Demonstrasi telah diadakan di Bahrain secara teratur sejak pemberontakan rakyat dimulai pada pertengahan Februari 2011.
Para peserta menuntut agar rezim Al Khalifah melepaskan kekuasaan dan memungkinkan sistem yang adil yang mewakili semua warga Bahrain.
Manama, bagaimanapun telah berusaha keras untuk menekan tanda-tanda perbedaan pendapat.