Jakarta, Purna Warta – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto tidak menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 yang digelar di Kanada. Di waktu yang bersamaan, Presiden justru menjalankan agenda lawatan kenegaraan ke Singapura dan Rusia. Prabowo memenuhi undangan dari Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Padahal, undangan resmi untuk hadir dalam KTT G7 telah disampaikan langsung oleh Perdana Menteri Kanada Mark Carney melalui sambungan telepon pada awal Juni 2025.
Keputusan Presiden Prabowo untuk absen dari KTT G7 kemudian menuai pertanyaan publik, terutama terkait alasan di balik prioritas kunjungan ke negara-negara lain, khususnya Rusia.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi menjelaskan bahwa pada prinsipnya pemerintah Indonesia menghargai seluruh undangan yang diterima.
“Undangan dari pemerintah Rusia untuk menghadiri St. Petersburg International Economic Forum mungkin sudah dari beberapa bulan yang lalu. Mungkin sudah dari bulan Maret atau April. Dan sudah dipersiapkan lama. Presiden juga akan berpidato di sana. Waktunya bentrok,” papar Hasan Nasbi di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025).
Selain forum ekonomi di Rusia, Indonesia juga telah lebih dahulu menjadwalkan kehadiran Presiden dalam forum tahunan di Singapura yang waktunya berdekatan dengan pelaksanaan G7.
“Dalam waktu yang juga hampir bersamaan, kita sudah dijadwalkan menghadiri, Presiden sudah dijadwalkan menghadiri annual retreat di Singapura. Waktunya beririsan dengan waktu pelaksanaan G7 Summit di Kanada,” sebutnya melanjutkan.
Menurut Hasan, pemerintah memprioritaskan komitmen yang telah lebih dahulu disepakati.
“Jadi di antara pilihan-pilihan ini, kemudian pemerintah lebih mendahulukan komitmen-komitmen yang memang sudah dibuat di awal. Karena komitmen dengan Rusia sudah dibuat jauh-jauh hari. Komitmen dengan pemerintah Singapura juga sudah dibuat. Ini kan jadwal tahunan dan juga sudah dipersiapkan lama,” beber Hasan.
Hasan juga membantah spekulasi bahwa absennya Prabowo di G7 menandakan pergeseran arah politik luar negeri Indonesia ke blok tertentu.
“Kita kan tidak condong ke blok manapun. Kita tidak melihat dunia hitam putih. Jadi spekulasi-spekulasi semacam tadi, kayak cenderung ke blok ini, itu tidak ada,” sebut Hasan.
Baca juga: Dubes Iran untuk Indonesia Tegaskan Komitmen Balas Serangan Israel: “Iran Akan Terus Bela Diri”
Ia menegaskan bahwa sikap politik luar negeri Indonesia tetap bebas dan aktif, dengan bergabung dalam berbagai forum internasional berdasarkan kepentingan nasional, bukan blok atau poros geopolitik.
“Jadi kalau kita bergabung dengan BRICS misalnya, bukan berarti kita lebih condong ke salah satu blok. Karena dalam waktu yang bersamaan, kita baru saja awal Juni ini juga baru saja menyelesaikan satu step penting, satu milestone penting dalam proses keanggotaan kita menjadi calon anggota OECD. Kalau OECD kan ada Amerika, ada negara-negara Eropa di sana,” pungkas Hasan memaparkan.
Dengan demikian, absennya Presiden Prabowo dari forum G7 lebih disebabkan oleh bentroknya jadwal, bukan oleh pertimbangan geopolitik. Indonesia tetap berkomitmen untuk aktif dalam berbagai forum internasional, baik di tingkat regional maupun global.