Jakarta, Purna Warta – Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan amanah dari Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, banyak pihak menilai kebijakan PPN ini akan semakin memberatkan masyarakat, terutama dalam kondisi perekonomian Indonesia yang diproyeksi melambat dan daya beli masyarakat yang masih rendah.
Baca juga: Habib Rizieq Ajak Umat Islam Bersatu Usai Pilpres dan Pilkada 2024
“Kondisi fiskal Indonesia 2024 sangat menantang dan berpotensi berlanjut di 2025-2026. Pada saat yang sama daya beli masyarakat menurun. Pertumbuhan melambat dan dunia usaha alami kesulitan,” kata Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin dalam Webinar Universitas Paramadina dan INDEF, Senin (2/12/2024).
Ketua Program Studi Manajemen Universitas Paramadina juga menyatakan bahwa kebijakan ini menjadi kabar buruk bagi generasi Z dan milenial. Generasi tersebut, menurutnya, sudah menghadapi tekanan internal untuk mandiri secara finansial, di samping tekanan eksternal dari ketidakpastian ekonomi global dan persaingan kerja.
“Tekanan eksternal berupa ketidakpastian ekonomi global, persaingan kerja, tekanan sektor perbankan, dan kebijakan pemerintah,” jelasnya.
Kenaikan PPN akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa yang telah naik, sehingga generasi muda diprediksi akan lebih banyak menekan pengeluaran. Hal ini akan mengubah perilaku konsumsi dan mendorong generasi tersebut untuk lebih banyak menabung untuk kebutuhan pendidikan, properti, dan investasi.
“Dari sisi *financial behaviour*, kenaikan PPN 12% itu juga berpengaruh terhadap perilaku konsumsi dan strategi keuangan gen Z/milenial ke depan,” tambahnya.
Di sisi lain, Kepala Pusat Makro Ekonomi dan Keuangan INDEF, M. Rizal Taufikurahman, menilai kenaikan PPN akan menambah beban bagi masyarakat miskin dan mengurangi daya saing ekspor. Selain itu, kenaikan overhead akibat pajak juga akan menaikkan harga barang dan jasa domestik, terutama yang berkaitan dengan pajak penghasilan.
“Akibat lanjut, maka akan terjadi inflasi yang dari sisi konsumsi akan membuat daya beli semakin turun. Akan terjadi juga kenaikan tax avoidance. Pengaruh juga terjadi di sektor keuangan dan daya saing di sektor industri riil padat karya,” paparnya.
Baca juga: Kenaikan PPN Menjadi 12% Tetap Berlaku Mulai Januari 2025, Pemerintah Jaga Daya Beli Masyarakat
Kenaikan PPN ini juga diperkirakan akan menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 0,17%. Penurunan ini disebabkan oleh melemahnya konsumsi rumah tangga dan berkurangnya penyerapan tenaga kerja.
“Ekspor kita juga diperkirakan akan turun. Selain itu, indeks harga konsumen/inflasi dan indeks harga biaya investasi (ICOR) juga akan semakin tinggi,” tutupnya.