[KARIKATUR] – Harapan Indonesia Berlaga di Piala Dunia 2026 Kini Sirna

Sepakbola Indonesia selalu seperti ini,
ia membuat kita berharap, lalu menghancurkan harapan itu dengan tangannya sendiri.
Kita menuntut keajaiban dari para ksatria sepakbola di lapangan, tapi lupa bahwa keajaiban tidak tumbuh di tanah yang terus dirusak dari akarnya.

Shin Tae-yong membangun fondasi dari abu.
Tom Haye datang membawa sisa cahaya dari jauh.
Para pemain abroad meninggalkan kenyamanan, meninggalkan keluarga, melepas banyak privilege
hanya untuk satu hal yang sederhana tapi agung:
mendengar lagu kebangsaan kakek nenek mereka sendiri berkumandang di panggung dunia.

Namun, seperti cerita lama negeri ini,
setiap mimpi yang mulai berwujud selalu dianggap ancaman bagi yang tak mampu membayangkan.
STY yang keras kepala dianggap beban.
Tom Haye yang berjiwa besar dianggap tak penting.
Dan mimpi besar itu, yang sudah sedekat nafas,
dihancurkan oleh tangan-tangan yang lebih sibuk mengatur kursi daripada menegakkan mimpi bangsa.

Indonesia, entah sampai kapan kau mau seperti ini.
Negeri yang selalu ingin dihormati, tapi sering lupa menghormati kerja keras orang-orang yang mencintaimu dengan tulus.
Negeri yang ingin masuk Piala Dunia, tapi tak sanggup bermain jujur di lapangan kekuasaan sendiri.

Shin Tae-yong mungkin akan diam, menatap jauh, seperti seorang tukang bangunan yang melihat rumah yang ia dirikan dengan cinta tiba-tiba diruntuhkan tanpa alasan.
Dan kita, rakyat yang menonton dari layar kaca hanya bisa terdiam dalam getir yang sama:
getir karena tahu, yang dikalahkan bukan hanya tim,
tapi kejujuran, yang dihempas adalah ketulusan mencintai.

Sepakbola seharusnya jadi ruang di mana bangsa ini belajar:

tentang disiplin, tentang kesetiaan, tentang tanggung jawab.
Tapi kita justru menjadikannya panggung politik dan kepentingan.
Kita membangun stadion megah, tapi lupa menumbuhkan integritas.
Kita menghitung tiket, tapi melupakan harapan.

Dan malam ini, di bawah langit yang muram,
seseorang seperti Tom Haye menunduk dengan mata yang basah,
sementara jutaan rakyat ikut tenggelam dalam keheningan yang panjang
karena mereka tahu, bukan cuma pertandingan yang kalah,
tapi masa depan yang ikut tumbang.

Kita pernah begitu dekat dengan mimpi kita,
Dan seperti biasa, kita sendiri yang melepaskannya.

Indonesia, negeri yang selalu mencintai mimpinya,
tapi tak pernah belajar cara merawatnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *