Tehran, Purna Warta – Kunjungan menteri luar negeri Rusia ke Tehran adalah yang pertama di bawah pemerintahan baru Iran sebagai upaya kerjasama Moskow dan Tehran di bawah tekanan sanksi. Lavrov berencana melakukan perjalanan selama dua hari yang dimulai dengan mengunjungi Presiden Ibrahim Raisi.
Presiden Iran mengunjungi Moskow pada bulan Januari, dan mengatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan kepada rekannya Vladimir Putin rancangan dokumen kerja sama strategis yang akan memperkuat hubungan antara kedua belah pihak selama dua dekade ke depan.
Baca Juga : Resolusi Nuklir Iran Yang Dipolitisasi dan Tidak Konstruktif
Pada akhir bulan Mei, Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengunjungi Tehran sebagai kepala delegasi, yang mana setelah operasi Rusia di Ukraina membuat harga minyak dan gas global melonjak.
Pembicaraan Lavrov diharapkan mencakup situasi di Ukraina, Suriah, dan Afghanistan, serta penguatan kerja sama komersial dan energi antara Iran dan Rusia, disamping kondisi-kondisi yang ada untuk memperluas kerja sama dengan kawasan Eurasia dan Kaukasus, begitu juga pembicaraan yang terhenti tentang menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 dengan Barat, Rusia dan Cina.
Kementerian luar negeri Rusia memposting klip pidato pembukaan Lavrov selama pertemuannya dengan Raisi, di mana dia mengatakan bahwa Moskow sedang beradaptasi dengan kebijakan Barat yang agresif.
Baca Juga : Pengadilan Iran: AS Terlibat Dalam Teror dan Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Iran
“Di semua negara yang mengalami pengaruh negatif dari kebijakan egois Amerika Serikat dan para elitnya, muncul kebutuhan objektif untuk meninjau ulang hubungan ekonomi mereka sehingga mereka dapat menghindari ketergantungan pada keinginan dan ketidakrasionalan mitra Barat,” kata Lavrov.
Tehran dan Moskow sama-sama memiliki cadangan minyak dan gas yang besar tetapi dibatasi oleh sanksi yang membatasi kemampuan mereka untuk mengekspor hasil produksi mereka.
Rusia ditampar dengan sanksi setelah operasi Februari ke negara tetangganya Ukraina, sementara ekonomi Iran telah berada di bawah sanksi kejam yang diterapkan kembali oleh Amerika Serikat pada 2018, menyusul penarikan Washington dari perjanjian nuklir dengan Tehran.
Baca Juga : Kabinet Bennett Lengser, Israel Tengah Persiapkan Pemilu Lebih Cepat
Rusia memainkan peran kunci dalam kesepakatan itu, dan mengambil alih kelebihan stok uranium yang diperkaya Iran di luar yang diizinkan berdasarkan perjanjian.
Negosiasi telah terhenti sejak bulan Maret di tengah perbedaan tajam antara Tehran dan Washington mengenai sanksi Amerika Serikat yang seharusnya dicabut sebagai imbalan atas kembalinya Iran untuk mematuhi batas yang disepakati untuk kegiatan nuklirnya.