Gaza, Purna Warta – Dalam wawancara dengan kantor berita Anadolu, Abu Foul berkata:
“Mereka menangkap saya dari rumah sakit Kamal Adwan saat saya masih terbaring di ranjang pasien dan bahkan tak bisa bergerak. Tentara memukul kepala saya dari depan dan belakang, dan dua jam kemudian saya tidak bisa melihat apa pun.”
Menurut laporan tersebut, pasukan militer pendudukan Israel pada 27 Desember 2024 menyerbu Rumah Sakit Kamal Adwan di utara Jalur Gaza, mengepung pasien dan tenaga medis di dalam gedung, lalu menangkap Abu Foul langsung dari ranjang rumah sakitnya.
Abu Foul sebelumnya telah kehilangan salah satu kakinya dalam serangan udara Israel pada tahun 2015, dan sejak itu hidup tanpa kaki palsu. Kondisi fisiknya yang lemah membuatnya tak mampu melarikan diri ketika pasukan menyerbu, sehingga mudah ditangkap.
Beberapa bulan setelah penahanannya, Abu Foul dibebaskan dalam perjanjian pertukaran tahanan antara perlawanan Palestina dan rezim Zionis, di mana pihak pendudukan membebaskan 1.968 tahanan Palestina, termasuk 250 tahanan dengan hukuman seumur hidup serta lebih dari 1.700 tahanan dari Gaza.
Menceritakan siksaan yang dialaminya, ia mengatakan:
“Selama interogasi, mereka memukul saya dengan tinju dan tendangan, menghina, dan mempermalukan saya secara brutal. Mereka menghantam kepala saya dengan keras; pandangan saya menggelap, darah dan air mata mengalir dari mata saya. Dua jam kemudian, ketika sadar kembali, saya tak lagi melihat cahaya.”
Abu Foul menggambarkan masa penahanannya sebagai hari-hari paling kelam dalam hidupnya, seraya menuturkan:
“Dalam sel gelap dan di bawah penyiksaan, saya benar-benar memahami arti kata penjara dan penindasan. Namun yang terburuk adalah kehilangan penglihatan—kegelapan total, di luar dan di dalam diri.”
Meski kini telah bebas, kebahagiaan atas kebebasan itu terasa hampa baginya. Ia berkata:
“Saya bebas, tetapi tak bisa melihat ayah, ibu, dan orang-orang yang saya cintai. Tak ada yang sebanding dengan menghirup udara bebas, tetapi kebebasan tanpa cahaya sungguh menyakitkan.”
Kini, setelah rumah keluarganya dihancurkan oleh pasukan pendudukan, keluarga Abu Foul tinggal di sebuah tenda di selatan Jalur Gaza. Ia masih menanggung rasa sakit di matanya dan kaki yang tersisa, dan memohon agar lembaga-lembaga internasional segera membantunya mendapatkan perawatan medis.
Ia mengatakan:
“Rasa sakit di mataku—terutama yang kanan—sangat tak tertahankan. Di mata kiri, masih ada sedikit rasa, dan saya berharap bisa mendapatkan kembali sebagian penglihatan jika diobati di luar Gaza.”
Abu Foul juga mengungkapkan kebutuhan mendesak akan kaki palsu, dan menyerukan bantuan dari lembaga kemanusiaan agar ia dapat berjalan kembali dan menjalani kehidupan yang lebih normal.
Ia menutup dengan kata-kata penuh tekad:
“Saya kehilangan penglihatan karena kekejaman Israel, tetapi mata hati saya tetap terbuka untuk kebebasan dan kepulangan ke tanah air kami. Kami, rakyat Gaza, mungkin kehilangan tubuh kami, tetapi kami tidak akan pernah menyerah.”