Selamat Tinggal 2020, Tahun Pengkhianatan Arab

Yaman

Purna Warta – Perdana Menteri pemerintah penyelamatan nasional Yaman dalam satu catatan khusus mereview peta politik, ekonomi dan sosial dunia secara umum dan situasi bangsa Arab dan Islam secara khusus selama tahun 2020.

Abdel-Aziz bin Habtour, pemimpin pemerintahan penyelamatan nasional Yaman dalam catatannya di surat kabar Rai al-Youm menulis, umat manusia akan melambaikan tangannya ke tahun 2020 dan tidak ada yang harus disesalkan. Karena dalam kacamata dunia, termasuk dunia Arab dan Islam, tahun 2020 adalah awan kelam yang menutupi semua.

Pandemi Corona menyebabkan pasien, kematian dan pengangguran meningkat. Menutup semua pintu gerbang negara, kota dan tempat-tempat. Semua berbicara seputar efek serta dampak negatifnya.

Dalam catatan yang bertema tahun 2020, tahun pengkhianatan Arab kepada Palestina, Abdel-Aziz bin Habtour menegaskan, “Ketika dunia menyaksikan banyaknya jumlah manusia yang meninggal, sama sekali saya tidak membayangkan adanya satu manusia yang tidak hirau, tidak terpengaruh dengan kematian 200 jiwa atau salah satu kerabat dekatnya. Oleh karenanya saya bisa katakan bahwa tahun ini adalah tahun penuh kesedihan untuk dunia secara keseluruhan. Ini adalah perihal paradoks yang aneh bahwa ada kesedihan dan majlis duka yang terus berlangsung hingga kini yang menyelimuti semua manusia.”

Setelahnya Bin Habtour mengupas politik dan ekonomi tahun 2020, salah satunya Pemilu AS yang menghasilkan satu hal tak lazim, juga membahas persiapan pertarungan dua raksasa ekonomi, AS-Cina dan pengaktifan boikot demi boikot yang menyebabkan goncangan ekonomi internasional.

“Di antara semuanya, kawasan rawan kami, Arab-Islami adalah wilayah yang paling merasakan dampak buruk yang didasari oleh kebijakan politik Amerika Serikat.”

“Politik pemerintahan Amerika pimpinan Donald Trump adalah politik paling brutal yang merusak resolusi-resolusi internasional dan Dewan Keamanan PBB. Pemerintah ini telah melakukan kejahatan paling ngeri. Di siang bolong, mereka menginjak-injak resolusi internasional. Komando Qasem Soleimani, Jenderal militer Quds Iran, dan Abu Mahdi al-Muhandis diteror di irak. Mereka (AS) memulai proyek deal of the century, memindah Kedubesnya ke al-Quds, menghadiahkan dataran tinggi Golan kepada rezim Zionis Israel dan mengurung dalam cengkraman beberapa pemimpin Arab untuk melakukan pengkhianatan normalisasi dengan Israel. Semua dilakukan dalam lingkup pemenangan Donald Trump dalam Pemilu kepresidenan.”

Mengenai AS yang kabur dari JCPOA, Abdul-Aziz bin Habtour menegaskan, “Amerika Serikat di periode kepemimpinan Donald Trump, secara sepihak keluar dari resolusi internasional tentang nuklir Iran yang telah disetujui Dewan Keamanan dan blok 5+1. AS berusaha membangun aliansi militer-keamanan Israel dengan negara-negara Arab Teluk Persia, mengundang semua pihak untuk memusuhi Iran.  Ini adalah strategi kuno dan baru untuk Israel. Namun dengan kekalahan Donald Trump, pihak-pihak lainnya juga kalah. Kini mereka hanya bersimpuh pada normalisasi beberapa negara Arab.”

“Hal yang baru adalah upaya tak putus para pelopor normalisasi untuk merajut hubungan normal sosial dan kearaban. Tapi menurut keyakinan kami, manuver ini akan gagal sebagaimana kegagalan dua saudara kami, Mesir dan Yordania… Sebagian pemimpin Arab pergi kepangkuan musuh dalam tubuh Israel, yaitu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Orang yang terlilit kasus kejahatan besar dalam tubuh rezim Zionis. Dia tertuduh melakukan manipulasi kekuasaan dan berdasarkan hukum Israel, Netanyahu harus diadili dan mungkin akhir jalannya adalah penjara.”

Dalam situasi seperti ini, masih saja para sheikh Emirat, Bahrain, Maroko bahkan Dewan Militer Sudan menghadiahkan diri dan berkhianat ke umat Arab-Islam dengan (dukungan) tweet-tweet Trump, yang kalah Pemilu. Maka disinilah logika umum dunia Islam, dari Indonesia, dari Timur hingga Barat dengan suara lantang bertanya, apa argumen dan alasan tunduk di depan kaki kolonial rezim Zionis? Apa alasan mereka dari pengkhianatan kepada Palestina dan bangsa Arab ini? Apa alasan pengkhianatan dan penipuan kelam dan transparan ke bangsa Palestina ini, yang telah mengorbankan ratusan ribu pejuang resistensi dan jutaan berimigrasi?”

Di akhir catatannya, Bin Habtour menuliskan, “Semua pemerintahan ini, yang menandatangani normalisasi dengan musuh, yaitu Israel, dan menunduk di depan tuan teroris, yaitu Benjamin Netanyahu, adalah orang-orang yang telah memulai agresi melawan bangsa Yaman pada pagi hari Kamis, 26 Maret 2015. Apakah ini bukan salah satu hal aneh di tahun 2020?

Seandainya semua otak pemikir pelopor normalisasi dikumpulkan, (pasti) mereka tidak akan mengucapkan sepatah kata apapun tentang pengkhianatan terhadap kasus bangsa Arab dan Islam yang telah meledak dari dulu hingga kini. Palestina akan tetap menjadi urusan semua orang-orang merdeka umat Islam. Pengkhianatan para pengkhianat ini tidak akan pernah terlupakan. Logika mengatakan bahwa yang lalu biarlah berlalu dengan keperihannya, akan tetapi kami tidak boleh melupakan pelajaran yang diambil darinya. Khianat kepada bangsa adalah pelajaran paling agung sejarah.”

Baca juga: Haniyah: Negara Arab Masuki Pembicaraan Strategis Dengan Iran

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *