HomeAnalisaKetika Normalisasi Masuk Dalam Agenda Visi 2030 Saudi

Ketika Normalisasi Masuk Dalam Agenda Visi 2030 Saudi

Purna Warta – Tak bisa dipungkiri lagi, Saudi sangat ingin normalisasi dengan rezim Zionis. Namun untuk menjalin satu kesepakatan resmi, mereka butuh pada pondasi dan syarat situasi yang tepat.

Dengan mengistilahkan diri sebagai pemimpin dunia Arab Teluk Persia, sejak awal Saudi Arabia telah mendukung normalisasi Emirat dan Bahrain dengan Israel. Sekarang, setelah satu tahun berlalu dari perjanjian Abraham, muncul beberapa tanda serta bukti yang menunjukkan Riyadh sedang di tengah jalan menuju normalisasi, bahkan mendesak. Sebagai pemimpin persekutuan Arab-Arab lainnya, Saudi memperhatikan beberapa titik yang tidak sama dengan negara-negara Arab lainnya.

Baca Juga : Abaikan Peringatan, Iran Sita Dua Kapal Tanker Yunani di Teluk Persia

Petinggi Saudi memiliki kepentingan bermacam-macam untuk bergabung dalam jaringan normalisasi dengan rezim Zionis. Kepentingan yang kental politik dan keamanan yang diupayakan diliput dalam wadah kerja sama ekonomi. Sebagaimana dianalisa beberapa media bahwa Riyadh tidak butuh pada kerja sama ekonomi dengan Zionis.

Sebenarnya, berdasarkan analisis dan data statistik, tukar menukar perdagangan Saudi-Zionis tidak akan berpengaruh banyak ke nasional Riyadh. Politik saat ini, yang diambil oleh Saudi adalah politik penantian Zionis. Saudi sangat berhati-hati dalam melangkah sehingga normalisasi dijalin di situasi yang paling tepat.

Persaingan Saudi bersama Turki versus Iran di dunia Islam, merupakan salah satu dari pion politik Riyadh. Petinggi Saudi tidak pernah ingin melepas status kepemimpinan kepada salah satu dari pesaingnya. Masalah Palestina adalah objek permasalahan kunci dunia Islam dam Timur Tengah.

Dan sekarang di tengah peningkatan konflik di Palestina Pendudukan, dunia sedang berubah. Kedekatan relasi Turki dengan rezim Zionis dan kunjungan bolak-balik kedua petinggi negara telah mendesak hasrat Saudi untuk merajut normalisasi dengan Israel. (Karena) Normalisasi Turki dengn rezim pembantai anak-anak Palestina akan menjauhkan Riyadh dalam persaingan menempati ketua dunia Arab dan Islam sebagai pengklaim pendukung nilai-nilai Palestina.

Baca Juga : Demonstrasi Bendera, Apakah Satu Deklrasi Perang di Hari Minggu?

Di depan PBB, Arab Saudi mendeklarasikan program perdamaian yang ditawarkan olehnya pada tahun 2002 sebagai syarat normalisasi dengan Tel Aviv. Di mana Riyadh saat tu menuntut Israel untuk mengkahiri pendudukan di wilayah-wilayah Arab jajahan tahun 1967, membangun satu negara mandiri Palestina dengan ibukota al-Quds bagian timur. Meskipun sangat panjang sekali jalan yang harus ditempuh untuk mewujudkan tuntutan ini oleh pihak Israel, akan tetapi Saudi terus berharap proyek ini menjadi sumber perdamaian di Palestina Pendudukan.

Menanti eksekusi proyek ini bersamaan dengan penantian pada petinggi Saudi untuk menyelesaikan masalah pewaris tahta. Beberapa waktu terakhir, sumber-sumber di Saudi kepada media internasional, Reuters, menjelaskan bahwa periode transisi kekuasaan di Arab Saudi sangatlah dekat. Meskipun Raja Salman bin Abdulaziz baru keluar dari RS, tetapi dia masih belum kuat untuk mengepalai beberapa urusan kerajaan. Sementara Putra Mahkota butuh pada kepemimpinan keseluruhan untuk mengambil satu keputusan penting dan bersifat melazimkan seperti normalisasi dengan Tel Aviv ini. Di tengah terbukanya indikasi demonstrasi rakyat dan kontraversi dengan para oposisi Putra Mahkota, Bin Salman butuh pada lebih banyak waktu dan kesempatan.

Baca Juga : Kunjungan Joe Biden ke Korsel; Pesan Nuklir Korea Utara

Hingga saat ini, poros reformasi politik Putra Mahkota Mohammed bin Salman berputar dalam proyek Visi 2030. Satu program yang mendapatkan banyak protes dari berbagai tingkat sosial dan Agamis dalam tahap pelaksanaannya, bahkan dari segi budaya sekalipun.

Proyek normalisasi dikerjakan dengan sangat pelan dan hati-hati. Bahkan meskipun ada desakan dari petinggi Zionis, Saudi masih belum siap menjamu mereka. Menurut analisis sosialis, menyiapkan opini masyarakat untuk menerima keputusan normalisasi dengan Zionis butuh pada waktu. Sosial Afrika dan Arab sangat menolak deklarasi normalisasi dengan rezim Zionis, jadi mendengar analisa dan alasan Saudi untuk normalisasi dengan Israel sangatlah menyakitkan.

Prediksi

Arab Saudi menemukan satu ramuan untuk merubah halauan politik dalam tubuh nasional, yaitu merubah sekutu dan partisipasi dalam siasat multilateral. Strategi aktor di antara dunia Arab mungkin tidak terlalu berhasil, karena hal tersebut akan mendesak mereka untuk mengambil satu kebijakan berbeda.

Perundingan dengan Iran dan upaya untuk keluar dari rawa Yaman, begitu pula usaha menjalin hubungan dengan Ankara dan menutup kasus perselisihan dengan Turki memiliki satu pesan, yaitu berupaya menutup jaringan perselisihan dan mengepakkan sayap perdamaian. Ketakuan Saudi kepada Iran dan persaingan mereka dengan Turki telah menyebabkan petinggi Saudi memandang normalisasi dari sisi lain dan sangat menarik.

Baca Juga : Kunjungan Presiden Iran ke Oman di Mata Para Analis Muskat

Target politik-ideologi dan persaingan di Kawasan merupakan bisikan-bisikan rayuan menuju normalisasi Riyadh-Tel Aviv. Akan tetapi tidak akan menjadi faktor penguat pemerintahan masa depan Putra Mahkota. Perselisihan yang tajam dan keputusan yang sangat riskan akan menambah ancaman di Saudi, bahkan membahayakan pemerintahan Putra Mahkota mendatang.

Must Read

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here