Purna Warta – Bukan hal aneh jika Turki memutar setirnya dan berpaling menuju Suriah. Putaran ini akan merubah mata rantai yang bisa dilihat dalam banyak kebijakan Ankara.
Diprediksikan bahwa keputusan Turki ini merupakan salah satu buah dari mekanisme Astana. Sejak Turki berpartisipasi dalam perundingan-perundingan Astana, ada banyak perubahan di lapangan, termasuk jatuhnya Aleppo dan daerah-daerah lainnya ke tangan pemerintah Suriah.
Baca Juga : Tim Forensik Tehran Laporkan Tidak ada Bukti Kekerasan Fisik pada Jenasah Mahsa Amini
Hari ini diindikasikan akan adanya perkembangan baru pasca konferensi Tehran antara Vladimir Putin, Recep Tayyip Erdogan dan Ebrahim Raisi dan perundingan tingkat tinggi Sochi antara pejabat Rusia dan Turki, hingga ada prediksi hubungan telpon antara Presiden Turki dan Suriah dalam waktu dekat.
Perubahan dalam politik Turki bukan hanya terbatas di Suriah, akan tetapi terasa di banyak negara. Bila diamati secara seksama, perbedaan ini bisa dilihat dalam 1 tahun setengah ini, baik berkaitan dengan urusan Mesir, Saudi, Emirat, Israel, Uni Eropa hingga Amerika Serikat.
Adapun putar setir yang terlembat Turki ke Suriah difaktorkan oleh perhitungan jalan lain selain menjabat tangan Bashar Assad seperti opsi militer di bagian utara Suriah dan perluasan jarak wilayah aman klaimannya. Namun, kegagalan untuk mendapatkan persetujuan banyak pihak internasional dan regional di Damaskus telah memaksa pemerintahan Recep Tayyip Erdogan menerima tekanan Rusia dan Iran agar segera merubah halauan ke Suriah.
Namun demikian, untuk membangun relasi baik antara Ankara dan Damaskus tidaklah mudah. Sepertinya istilah yang disebut perang anti-terorisme dan mengusir unit pertahanan Kurdi di perbatasan menjadi satu-satunya titik persamaan antara negeri Suriah dan Turki. Akan tetapi, target dua negara menghapus segala kemungkinan untuk kerja sama dalam waktu dekat.
Baca Juga : Menteri Luar Negeri Saudi: Kami Bermaksud Menjalin Hubungan Positif Dengan Iran
Turki menuntut akhir operasi partai Buruh Kurdi demi mempermudah pemulangan 1 juta imigran Suriah dalam waktu beberapa bulan ke depan. Begitu pula Damaskus menuntut pengembalian kontrol bagian utara ke tangan pemerintah pusat Suriah. Masalah inilah yang memaksa Turki untuk mundur dan mengurangi dukungannya ke pihak-pihak oposisi pemerintah Damaskus.
Sebagian menganalisa bahwa Pemilu depan Turki telah menjadi urusan yang mendesak Recep Tayyip Erdogan untuk mendekati Suriah. Benar bahwa satu poin urgen pasca Pemilu daerah Turki di tahun 2019 kemarin adalah kekalahan partai berkuasa pimpinan Erdogan dan kegagalannya meraih suara kemenangan di kota-kota strategis nan besar seperti Istanbul, Izmir dan lainnya. Hal yang tentunya memaksa partai berkuasa untuk mencari obat penawar dengan serius.
Akan tetapi ada fakta lebih besar dari masalah kekalahan Pemilu daerah dan masalah imigrasi ini. Faktanya itu berkaitan erat dengan keputusan politik Ankara di beberapa masalah, terkhusus politik Timur Tengah. Pula Turki meyakini bahwa Rusia dan Iran mampu membantunya dalam urusan ekonomi dan terorisme dengan memperluas zona aman di wilayah utara Suriah tanpa operasi militer Ankara.
Terkait hal ini, bisa dikatakan bahwa langkah Recep Tatyyip Erdogan bisa dijadikan jawaban serta respon pertama Turki dalam menjawab tuntutan Rusia untuk mendekati Suriah. Dengan demikian, dimungkinkan Turki akan mendapatkan tujuannya dalam politik standar duanya di perang Ukraina.
Baca Juga : Mahsa Amini dan Zainab Essam; Dua Kematian dalam Satu Permainan Politik Media Barat
Yang jelas Turki akan kehilangan pendukung besarnya, yaitu oposisi Suriah. Meskipun sebagian organisasi oposisi Suriah, seperti Dewan Nasional dan Militer Nasional Suriah terus menegaskan nasib mereka bergantung pada Turki. Akan tetapi perhitungan Ankara tidak terkait dengan nasib oposisi Suriah.