Tehran, Purna Warta – Muharram, sebuah bulan sakral dalam kalender Islam, yang terus menerus mengajari kita untuk selalu membela orang-orang yang tertindas dan terzhalimi. Muharram menjadi sebuah momen perjuangan kaum tertindas, yang kerap dikaitkan dengan perjuangan resistensi global di seluruh dunia.
Lebih dari dua lusin warga Palestina tewas dalam agresi udara Israel tanpa alasan dan tanpa pandang bulu di Jalur Gaza yang terkepung dalam beberapa hari terakhir, termasuk seorang gadis berusia lima tahun.
Kehidupan warga wilayah Alaa Qaddoum secara brutal dihancurkan oleh sebuah rudal pada hari dunia mengingat seorang syahid kecil yang lehernya tertusuk panah di dataran gurun Karbala 14 abad yang lalu yakni Ali Asghar bin Husein.
Baca Juga : Pasukan Nigeria Serang Acara Berkabung Asyura Akibatkan Warga Terbunuh dan Terluka
Dalam tindakan pengecut serupa Zionis, pada hari yang sama, setidaknya delapan orang tewas dengan darah dingin, termasuk anak-anak, di Kabul barat ketika mereka bersiap-siap untuk peringatan tradisional Muharram.
Serangan itu diklaim oleh kelompok teroris ISIS, yang telah membuat tujuan bersama dengan Zionis.
Untuk memanggil frasa yang sering diulang, ‘setiap tempat adalah Karbala, setiap hari adalah Asyura’. Ini mungkin terdengar klise tetapi ada subteks filosofis yang mendalam yang menghubungkan titik-titik antara zaman sekarang dan masa depan.
Muharram dan Karbala dalam banyak cara yang berbeda merupakan simbol dari perjuangan abadi antara kebenaran melawan kebatilan, hak dan kezaliman, adil dan tidak adil, kemuliaan dan kehinaan.
Relevansi dan signifikansi epic revolusi Imam Husain dalam melawan penguasa Umayyah yang korup dan lalim di dataran Karbala telah melintasi batas ruang dan waktu.
Ini adalah gerakan revolusioner yang akan selalu memiliki makna kontemporer, di setiap zaman dan setiap waktu. Peringatan tahunan ini merupakan penegasan kembali ikrar kesetiaan umat Islam pada prinsip-prinsip yang dicontohkan oleh putra-putra Ali bin Abi Thalib dari Madinah hingga Karbala.
Baca Juga : Satelit Iran Khayyam Berhasil Diluncurkan ke Luar Angkasa + Video
Gerakan, yang telah membangkitkan hati dan pikiran manusia di sepanjang sejarah, berlangsung bahkan beberapa saat terakhir ini – di Palestina, Afghanistan, Yaman, Kashmir – dan di setiap tempat di mana para pemuda dibunuh tanpa ampun, rumah-rumah diratakan, daerah dibombardir, dan darah tidak bersalah ditumpahkan.
Apa yang terjadi di Palestina hari ini menyegarkan ingatan tentang apa yang terjadi 1.400 tahun yang lalu. Rezim apartheid, yang telah menduduki tanah rakyat, menyita properti mereka, dan mengusir mereka dari rumah mereka, adalah versi kerajaan Umayyah saat ini.
Perlawanan dan ketangguhan yang ditunjukkan oleh bangsa Palestina yang berani dalam menghadapi rintangan yang tidak dapat diatasi adalah inti dari semangat Husaini – “sampai mati tidak ada penghinaan.”
Ketika Yazid memerintahkan gubernurnya Walid untuk secara paksa mengambil baiat dari Al-Husain, apa yang Imam katakan sebagai tanggapan akan selalu bergema dalam sejarah waktu: “Orang seperti saya tidak bisa berbaiat kepada orang seperti Yazid.”
Cucu Nabi Suci saw menolak untuk menyerah, sesuai dengan perintah Penciptanya dalam Surah Munafiqun: “Kekuasaan hanya milik Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.”
Imam Husain menolak untuk bersumpah setia kepada Yazid, menolak untuk jatuh ke dalam perangkap setan. Dengan cara yang sama, orang-orang Palestina terus menolak untuk menerima pendudukan ilegal atas entitas yang tidak sah.
Pemimpin Revolusi Islam Ayatullah Sayyid Ali Khamenei dengan indah menggambarkan tanggung jawab kita terhadap rakyat Palestina yang tertindas, dengan mengutip hadis Nabi Suci.
Baca Juga : Ansarullah: Tujuan Kami adalah untuk Mengakhiri Pengepungan terhadap Yaman
“Nabi Suci saw berkata, “Seseorang yang mendengar teriakan minta tolong seorang Muslim tetapi gagal untuk menanggapi bukanlah seorang Muslim. Dan hari ini bukan hanya satu individu yang menangis minta tolong, itu adalah seluruh bangsa.”
Palestina, bagaimanapun, bukan satu-satunya Karbala di zaman kita. Apa yang terjadi dengan minoritas Syiah di Afghanistan sama-sama tragis dan menyayat hati, yang harus menyentak kita dari tidur nyenyak kita.
Selama bertahun-tahun, kelompok teroris ISIS, yang memperoleh ideologi Takfiri dari bani Umayyah, telah melepaskan kengerian pada muslim Syiah Afghanistan, menargetkan rumah, masjid, sekolah, dan rumah sakit mereka.
Pertumpahan darah mendapatkan momentum setiap Muharram. Jumat ini, delapan orang tewas setelah sebuah bom yang dipasang di gerobak tangan meledak di lingkungan yang didominasi Syiah di Kabul barat.
Itu adalah lingkungan yang sama dengan sekitar satu juta orang di mana pemboman Sekolah Menengah Sayyidusysyuhada pada Mei tahun lalu menewaskan 85 orang, kebanyakan dari mereka adalah siswa perempuan muda berusia 11 hingga 17 tahun.
Lalu ada Yaman – tragedi terbesar dan terlupakan di zaman kita. Ribuan orang telah tewas selama bertahun-tahun dalam agresi koalisi pimpinan Saudi di negara Arab, dengan dukungan terbuka dan terselubung dari rezim Barat dan Israel. Puluhan ribu orang tewas karena kelaparan.
Baca Juga : Sekjen Hizbullah: Israel Minta Gencatan Senjata Karena Tak Tahan Rudal Muqawamah
Peringatan Muharram ini pada hakekatnya merupakan ungkapan dukungan dan solidaritas terhadap orang-orang tertindas ini, dari Palestina hingga Afghanistan hingga Yaman dan tempat-tempat lain.
Ini bukan hanya acara berkabung kesedihan belaka yang terkunci dalam koridor waktu. Ini adalah penegasan kembali janji umat Islam dalam menerikkan suara untuk membela kaum tertindas, untuk bangkit melawan tirani, dan menjadi suara mereka yang diam.
Setiap revolusi, kata Dr. Shariati, memiliki dua wajah: darah dan pesan. Imam Husain dan para sahabatnya melakukan misi pertumpahan darah. Misi kedua adalah untuk membawa pesan darah ini ke generasi mendatang – yang dilakukan oleh saudara perempuannya Zainab – “penyelamat Karbala.”
Wanita yang setelah peristiwa di Karbala, memimpin kafilah yang terdiri dari wanita dan anak-anak dari Irak ke Suriah dan dengan berani menghadapi Yazid di istananya di Damaskus, menunjukkan jalan kepada kita semua tentang makna perjuangan Al-Husein as.
Sayyidah Zainab berbicara menentang ketidakadilan dan penindasan di zaman itu sebagai pesan Karbala dan warisan Imam Husain. Itu juga inti dari peringatan Muharram tahunan.
Syed Zafar Mehdi adalah jurnalis, blogger, komentator, dan penulis yang berbasis di Tehran. Dia telah melaporkan selama lebih dari 12 tahun dari peristiwa di India, Afghanistan, Pakistan, Kashmir dan Iran untuk publikasi terkemuka di seluruh dunia.
Baca Juga : Damaskus: Rezim Israel Terus Lancarkan Kejahatan terhadap Rakyat Palestina