Tel Aviv, Purna Warta – Dilansir dari Times of Israel, jumlah massa demonstran di kota-kota besar Israel menembus 200.000 orang. Menurut panitia penyelenggara, sekitar 145.000 orang meramaikan aksi di Tel Aviv, 83.000 lainnya tersebar di kota-kota lain termasuk Haifa, Yerusalem, Karmiel, Petah Tikva, Beersheba hingga pemukiman ilegal Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Baca Juga : Di Balik Layar Penangguhan Sementara Sanksi AS terhadap Suriah
Angka tersebut merupakan angka terbesar partisipasi masyarakat Israel dalam aksi demo mingguan yang digelar selama 6 pekan terakhir.
Aksi pada Sabtu (11/2) malam itu juga dihadiri oleh mantan Menteri Peradilan Tzipi Livni. Livni ikut berorasi dalam aksi tersebut. “Kami tidak mengambil alih jalanan karena hasi pemilu. Kami disini karena apa yang kalian lakukan sejak terpilih (untuk duduk di parlemen). (Mulai dari penyalahgunaan) hukum (demi kepentingan) pribadi, naiknya kaum relijius ekstrim di kancah tertinggi politik, persekusi pejabat sipil. Kegilaan ini punya nama.. Fasisme!” ujar Livni.
Selain Livni, Dan Halutz yang merupakan mantan Kepala Staf Militer Israel dalam sebuah wawancara dengan Channel 12 Israel menyeru warga untuk memboikot wajib militer. “Mengelak wajib militer dalam sebuah sistem demokrasi adalah satu hal, dan mengelak wajib militer dalam sistem diktator adalah hal lain. Saya rasa para prajurit dan pejabat yang menyadari keberadaan sistem diktator di sini (Israel) tidak akan mau menjadi pasukan bayaran diktator,” ujarnya.
Baca Juga : Amerika dan Barat Abaikan Dimensi Kemanusiaan dalam Gempa di Suriah
Koordinator aksi menyeru mogok kerja nasional pada hari Senin (13/2) sebagai bentuk protes terhadap upaya parlemen untuk melakukan voting terhadap undang-undang perombakan yudisial yang dinilai memperlemah kontrol Mahkamah Agung terhadap pemerintah. Selain itu, mereka juga mengajak massa untuk berdemo di depan gedung parlemen di Yerusalem pada siang hari tersebut. Aksi serupa akan digelar di waktu yang sama di kota-kota lain.