Damaskus, Purna Warta – Seorang diplomat senior Iran mengatakan pasukan militer Iran memainkan peran penasehat di Suriah atas permintaan Damaskus, tidak seperti pasukan Amerika Serikat yang dikerahkan ke negara itu tanpa persetujuan pemerintah Suriah.
Ditanya apakah Iran akan meninggalkan Suriah, Kamal Kharrazi, kepala Dewan Strategis Hubungan Luar Negeri Iran, mengatakan pada hari Rabu (22/3) bahwa kehadiran Iran di Suriah bersifat penasehat, tidak seperti kehadiran AS dan Turki dan di negara itu, dan menekankan bahwa kehadiran negaranya adalah berlangsung atas undangan pemerintah Suriah.
Baca Juga : Syuhada Palestina Pertama di Bulan Suci Ramadhan + Video
Dia menekankan bahwa masa depan misi penasehat militer Iran di Suriah bergantung pada situasi di negara yang dilanda perang itu.
Kharrazi membuat pernyataan tersebut selama pertemuan dengan media pemberitaan di Libanon ke tempat yang dia tuju setelah perjalanannya ke Suriah di mana pihaknya bertemu dengan Presiden Bashar al-Assad.
Di tempat lain dalam sambutannya, ia bersumpah bahwa tidak ada kejahatan Israel yang dilakukan terhadap penasehat militer Iran di Suriah yang tidak akan terjawab.
Iran mempertahankan misi penasehat di Suriah atas permintaan Damaskus dengan tujuan membantu negara Arab yang dilanda perang itu untuk menyingkirkan militant teroris yang didukung asing, yang telah berperang melawan pemerintah Suriah yang dipilih secara demokratis sejak 2011.
Pada tahun 2017, bantuan penasehat militer Iran telah membantu Suriah mengalahkan kelompok teroris Daesh.
Baca Juga : Pemimpin Revolusi Islam Puji Bangsa Iran atas Prestasi Besar Meskipun Hadapi Sanksi Barat
Letnan Jenderal Qassem Soleimani, yang gugur dalam serangan udara AS di dekat Bandara Internasional Baghdad pada Januari 2020, memainkan peran kunci dalam kekalahan kelompok Takfiri tersebut.
Israel menjadi pendukung utama kelompok teroris yang beroperasi di tanah Suriah dan telah menargetkan posisi penasehat militer Iran serta tentara Suriah dan kelompok perlawanan yang telah memerangi teroris.
Sementara itu, sekutu utama Israel, AS, selama bertahun-tahun telah mengerahkan pasukan dan peralatan ke Suriah timur laut, dengan Pentagon mengklaim bahwa pengerahan itu bertujuan untuk mencegah ladang minyak di daerah yang bergolak jatuh ke tangan teroris Daesh.
Damaskus, bagaimanapun, menyatakan pengerahan itu dirancang untuk menjarah sumber daya alam negara yang kaya minyak. Mantan presiden AS Donald Trump mengakui dalam beberapa kesempatan bahwa pasukan Amerika Serikat berada di negara Arab untuk kekayaan minyaknya.
Baca Juga : Moskow: Resiko Konflik Nuklir Telah Dekat
Turki juga telah mengerahkan pasukan di Suriah yang melanggar kedaulatan negara Arab dan integritas teritorial.
Militan yang didukung Ankara dikerahkan ke Suriah timur laut pada Oktober 2019 setelah pasukan militer Turki melancarkan invasi lintas perbatasan yang telah lama terancam dalam upaya yang dinyatakan untuk mendorong militan Unit Perlindungan Rakyat (YPG) menjauh dari daerah perbatasan. Ankara memandang YPG sebagai organisasi teroris yang terkait dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang tumbuh di dalam negeri Turki, dan yang telah mencari wilayah otonomi Kurdi di Turki sejak 1984, akan tetapi Suriah menganggap kehadiran Turki di tanahnya ilegal.