Beirut, Purna Warta – Pemimpin Hizbullah menyatakan bahwa kelompok perlawanan Lebanon siap menghadapi perang panjang melawan Israel. Sebagai respons terhadap serangan udara mematikan Israel baru-baru ini di Beirut, Hizbullah akan menargetkan pusat Tel Aviv.
Syaikh Naim Qassem, dalam pidatonya pada hari Rabu (20/11), merujuk pada serangan Israel di tiga distrik pusat Beirut dalam beberapa hari terakhir. Salah satu serangan tersebut menewaskan Kepala Media Hizbullah, Mohammad Afif, dan empat anggota timnya.
Qassem menegaskan bahwa pembunuhan Afif terjadi di lokasi “sipil, media, dan politik” yang seharusnya dilindungi dalam situasi seperti itu.
“(Israel) menyerang, membunuh, dan menyerang jantung ibu kota Beirut, sehingga mereka harus mengantisipasi terhadap respon terhadap pusat Tel Aviv. Kami tidak akan membiarkan ibu kota berada di bawah serangan musuh Israel tanpa membayar harganya,” katanya.
‘Hizbullah Siap untuk Perang Panjang’
Syaikh Qassem menyoroti kemampuan Hizbullah dalam menangani krisis, merujuk pada pemulihan kelompok itu dalam waktu singkat setelah pembunuhan Sayyid Hasan Nasrullah. Dia menegaskan komitmen kelompoknya untuk mempertahankan Lebanon dari pendudukan Israel yang hanya dapat dihentikan melalui perlawanan.
“Mereka memberi kami pilihan antara tunduk atau dihina… tapi penghinaan terjauhkan dari kami,” katanya. “Hasilnya ditentukan oleh apa yang terjadi di lapangan. Perlawanan mampu melancarkan perang panjang.”
Dia juga memuji keteguhan kelompoknya di tengah agresi Israel, mencatat bahwa serangan balasan Hizbullah telah membuat ratusan pemukim Israel mengungsi dari wilayah utara yang diduduki.
Qassem menjelaskan bahwa Hizbullah tidak beroperasi seperti tentara biasa, tetapi fokus pada perlawanan di setiap wilayah yang diinvasi musuh.
Dukungan untuk Gaza dan Penolakan terhadap Syarat Israel
Meskipun situasi di Lebanon kacau, Qassem menegaskan bahwa Hizbullah akan terus mendukung warga Palestina di Gaza. Dia menyatakan bahwa kelompoknya merasa terhormat berdiri di antara sedikit negara yang mendukung Gaza, seperti Irak, Yaman, dan Iran.
Mengenai pembicaraan gencatan senjata, Syaikh Qassem mengatakan bahwa mereka tidak akan menghentikan pertempuran sambil menunggu hasil negosiasi. Dia menegaskan Hizbullah menolak gencatan senjata yang melanggar kedaulatan Lebanon dan bahwa Israel tidak dapat memaksakan syaratnya kepada kelompok tersebut.
“Kami menginginkan penghentian agresi yang lengkap dan komprehensif serta pelestarian kedaulatan Lebanon… Musuh Israel tidak dapat memasuki wilayah kami kapan pun mereka mau,” katanya.
Perundingan Gencatan Senjata
Hizbullah telah meninjau dan memberikan umpan balik terhadap proposal gencatan senjata yang dirancang oleh AS untuk mengakhiri permusuhan Israel di Lebanon. Syaikh Qassem menyebutkan bahwa keberhasilan gencatan senjata bergantung pada respons Israel dan keseriusan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pidato ini disampaikan beberapa jam setelah utusan AS, Amos Hochstein, menyelesaikan kunjungannya selama dua hari di Beirut untuk memediasi kesepakatan gencatan senjata. Hochstein menyebut ada “peluang nyata” untuk mengakhiri pertempuran.
Sejak Oktober 2023, agresi Israel terhadap Lebanon telah menyebabkan lebih dari 3.500 korban jiwa dan melukai lebih dari 15.000 orang lainnya.