New York, Purna Warta – Francesca P. Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk Wilayah Palestina yang Diduduki, pada hari Jumat (24/11) mengatakan bahwa terdapat perpecahan di antara negara-negara Barat terkait keputusan ICC. Ia menambahkan, “Surat penangkapan para pemimpin Israel adalah langkah konkret dalam menuntut keadilan dan menghukum para pelaku pembunuhan massal. Warga Palestina harus dilindungi dari pemboman, pembantaian, dan kelaparan yang dipaksakan.”
Pada Kamis, 21 November, ICC mengeluarkan surat penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Perang, Yoav Gallant, atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, serta penggunaan krisis kelaparan (terhadap rakyat Gaza) sebagai senjata.
Harian al-Araby al-Jadeed melaporkan bahwa masyarakat Gaza memandang skeptis surat penangkapan ini dan tidak berharap hal tersebut akan mengakhiri perang di Gaza. Masyarakat Gaza menganggap keputusan ICC ini sebagai pengakuan atas penderitaan mereka.
Seorang warga Palestina di Khan Younis, Saber Abu Ghali, mengatakan, “Keputusan ini tidak akan pernah dilaksanakan karena rezim Zionis didukung oleh AS melalui hak veto.” Sementara itu, Saeed Abu Yusef, warga Palestina lainnya, menyatakan, “ICC terlalu lama menunda dan mengulur waktu. Selama 76 tahun, kami menyaksikan hal ini, dan apa pun yang dikeluarkan tidak pernah dilaksanakan.”
Hassan Hanizadeh, seorang pakar dari Iran tentang isu-isu Asia Barat, menambahkan bahwa negara-negara Barat dan AS, selain memberikan dukungan senjata kepada rezim Zionis, juga mendukungnya di lembaga-lembaga internasional seperti Dewan Keamanan PBB, serta telah beberapa kali memveto resolusi gencatan senjata untuk Gaza.