Washington, Purna Warta – Sebuah situs analitisa Amerika Serikat menulis bahwa pemerintah Saudi, meskipun memiliki pilihan terbatas di Yaman, berusaha untuk mengakhiri perang tersebut tanpa mengakui kekalahan.
Situs Web Site Amerika “Media Line” menulis dalam sebuah laporan bahwa Arab Saudi sedang mencoba mencari jalan keluar dari Yaman dan mengakhiri setengah dekade perang di negara ini, tetapi ekspektasi dari Riyadh sangat tinggi dan pilihan mereka terbatas.
Kaffler kemudian menulis bahwa meskipun Saudi setuju dengan pasukan Yaman pada gencatan senjata dua minggu April lalu, Yaman membuat kelanjutan gencatan senjata dengan syarat penandatanganan perjanjian komprehensif, yang mana hal ini dalam sisi manapun berarti menunjukkan kekalahan bagi Saudi.
“Arab Saudi ingin meninggalkan Yaman dengan biaya berapa pun, terutama karena biaya finansial dan militer sangat tidak terduga, sementara krisis ekonomi terus bertambah yang disebabkan oleh jatuhnya harga minyak, dan wabah korona yang telah membayangi ekonomi Saudi.” kata Bakings Kolic, seorang profesor di Universitas London.
Dia menekankan bahwa Arab Saudi tidak punya pilihan selain meninggalkan Yaman tanpa kekalahan, terutama karena Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman awalnya mengira bahwa dia akan mengalahkan Houthi dalam hitungan minggu dan menyelesaikan pekerjaannya.
“Pilihan terbaik bagi Saudi adalah berurusan dengan Houthi dan aktor Yaman lainnya,” kata Abdul Ghani al-Aryani di Sanaa Center for Strategic Studies.
Al-Aryani menulis dalam surat kabar Saudi bahwa artikel tersebut mencerminkan pandangan politik Riyadh. Artikel tersebut menyarankan dua opsi untuk keluar dari perang Yaman, yang keduanya memiliki efek berbahaya pada masa depan pemerintah Saudi, yang pertama adalah perjanjian dengan Ansarullah dan yang kedua adalah pembagian Yaman menjadi beberapa negara yang lebih kecil lagi.
Menurut penulis Yaman, kesepakatan dengan Ansarullah adalah pilihan yang terbaik bagi Saudi, karena Yaman yang bersatu dan aman juga akan mengamankan perbatasan Saudi, jika tidak, Saudi harus mengamankan perbatasan sepanjang 1.800 kilometer dengan Yaman, tempat penyelundupan senjata dan obat-obatan, serta kelaziman Saudi untuk membayar biaya keuangan, logistik, dan sumber daya manusia yang sangat besar.
Al-Aryani kemudian menulis bahwa tujuan finansial adalah satu-satunya alasan perang Yaman berlanjut, dan bahwa di kedua sisi konflik ada beberapa pihak yang memperoleh keuntungan finansial dari konflik yang terus berlanjut.
Sementara itu, Muhammad ibn Salman berharap bisa mengkonsolidasikan posisinya dengan meninggalkan Yaman sebelum menerima tahta kerajaan, tanpa menerima kekalahan di Yaman.
Hussein Abish, seorang peneliti di lembaga pemikir Teluk Arab di Washington, mengatakan Riyadh sangat membutuhkan kesepakatan dengan pihak Houthi, untuk menghentikan serangan Yaman di wilayah Saudi dan mengatasi ancaman rudal Ansarullah.
Namun di arena politik, sulit untuk mencapai kesepakatan antara Arab Saudi dan Yaman. Gerald Fierstein, wakil presiden peneliti Timur Tengah dan mantan duta besar AS untuk Yaman mengatakan bahwa “Tujuan Saudi dalam setiap kesepakatan dengan Houthi sama dengan tujuan Amerika Serikat,”
Menurutnya, tujuan Saudi dalam perang tersebut adalah menjadikan Yaman sebagai negara yang bersatu dengan tetangganya dan negara-negara Barat, dan hal ini sejalan dengan kepentingan AS, tetapi jika Saudi gagal mencapai tujuan tersebut, Yaman akan menjadi sumber ketidakamanan di kawasan.
Baca juga: Analis Militer Yaman: Fasilitas Vital Saudi di Bawah Jangkauan Rudal Yaman