Ramallah, Tepi Barat – Kementerian kesehatan Palestina memberitakan bahwa pasukan Israel telah menembak mati seorang jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh, di Tepi Barat yang diduduki Rabu (11/5).
Abu Akleh, seorang koresponden TV senior untuk Al Jazeera Arabic, terbunuh pada hari Rabu saat meliput serangan tentara Israel di kota Jenin di utara Tepi Barat yang diduduki.
Baca juga : 5 Hal yang Perlu Diketahui tentang Penembakan Shireen Abu Akleh
Pasukan Israel menembak Shireen Abu Akleh di kepala saat dia sedang bertugas di Jenin di Tepi Barat yang diduduki.
Dia dilarikan ke rumah sakit di Jenin dalam kondisi kritis. Dia dinyatakan meninggal tak lama setelah itu, pada pukul 07:15 waktu setempat, menurut kementerian dan wartawan Al Jazeera.
Shireen Abu Akleh mengenakan rompi pers dan berdiri bersama wartawan lain ketika dia terbunuh.
Wartawan Al Jazeera lainnya, Ali al-Samoudi, juga terluka oleh peluru di punggung di tempat kejadian. Kondisinya saat ini dilaporkan stabil.
Kepala departemen kedokteran di Universitas al-Najah di Nablus membenarkan bahwa Abu Akleh ditembak di kepala. Dia mengatakan bahwa tubuhnya dipindahkan untuk diautopsi berdasarkan perintah dari penuntut umum.
Jenazah Abu Akleh dibawa dari universitas dengan dilapisi bendera Palestina, setelah itu dia dibawa ke Rumah Sakit Istishari di Ramallah.
Pemakaman resmi akan diadakan untuknya besok pagi di markas kepresidenan Palestina di Ramallah.
Baca juga : Serangan Udara Rezim Zionis di Suriah Selatan
Tidak Ada Konfrontasi dengan Pejuang Palestina
Al-Samoudi dan jurnalis lain di tempat kejadian mengatakan tidak ada pejuang Palestina yang hadir ketika para jurnalis itu ditembak, secara langsung membantah pernyataan Israel yang merujuk kemungkinan bahwa itu adalah tembakan Palestina.
“Kami hendak merekam operasi tentara Israel dan tiba-tiba mereka menembak kami tanpa meminta kami untuk pergi atau berhenti mengambil rekaman,” kata al-Samoudi.
“Peluru pertama mengenai saya dan peluru kedua mengenai Shireen … tidak ada perlawanan militer Palestina sama sekali di tempat kejadian.”
Shatha Hanaysha, seorang jurnalis lokal yang berdiri di samping Abu Akleh ketika dia ditembak, juga mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tidak ada konfrontasi antara pejuang Palestina dan tentara Israel. Dia mengatakan kelompok wartawan telah menjadi sasaran langsung.
“Kami empat wartawan, semuanya memakai rompi, semua memakai helm,” kata Hanaysha. “Tentara pendudukan [Israel] tidak berhenti menembak bahkan setelah dia pingsan. Saya bahkan tidak bisa mengulurkan tangan untuk menariknya karena tembakan yang telah dilepaskan. Tentara berniat menembak untuk membunuh.”
Rincian pembunuhan Abu Akleh masih muncul, tetapi video insiden menunjukkan bahwa dia ditembak di kepala, kata Nida Ibrahim dari Al Jazeera.
Baca juga : Israel Khawatir Kehadiran Iran Semakin Meningkat di Suriah
“Apa yang kita ketahui sekarang adalah bahwa kementerian kesehatan Palestina telah mengumumkan kematiannya. Shireen Abu Akleh sedang meliput peristiwa yang terjadi di Jenin, khususnya, serangan Israel di kota itu, yang terletak di utara Tepi Barat yang diduduki, ketika dia terkena peluru di kepala,” kata Ibrahim, yang berbicara dari kota Palestina; Ramallah.
Dalam email terakhirnya ke redaksi, Abu Akleh mengirim pesan ke biro Ramallah Al Jazeera pada pukul 6:13 pagi waktu setempat di mana dia menulis: “Pasukan pendudukan menyerbu Jenin dan mengepung sebuah rumah di lingkungan Jabriyat. Dalam perjalanan ke sana – saya akan membawakan Anda berita segera setelah gambarannya menjadi jelas.”
Dalam sebuah kejadian yang terpisah, pada hari yang sama di Tepi Barat yang diduduki, kementerian kesehatan Palestina mengatakan seorang sipil Palestina berusia 18 tahun, Thaer Mislet-Yazouri, ditembak mati oleh pasukan Israel di kota al-Bireh, dekat pemukiman ilegal Psagot.
Kaget dan Sedih
Shireen Abu Akleh, yang berkewarganegaraan ganda Palestina-Amerika, adalah salah satu koresponden lapangan pertama Al Jazeera, yang bergabung dengan jaringan itu pada 1997.
Duka dan lara memenuhi kantor Al Jazeera di pusat kota Ramallah ketika berita itu menyebar dengan cepat.
Baca juga : Reaksi Media-Media Israel terhadap Kunjungan Bashar Al-Assad ke Iran
Anggota parlemen Palestina Khalida Jarrar mengatakan bahwa Abu Akleh adalah suara rakyat Palestina yang dibunuh oleh kejahatan kolonialisme dan pendudukan Israel.
“Shireen selalu menjadi suara saya dari sel penjara,” kata Jarrar kepada Al Jazeera, menambahkan bahwa sebulan setelah penahanan terakhirnya oleh Israel, Shireen adalah orang pertama yang dia lihat di sidang pengadilannya.
“Shireen adalah suara kami. Ini tidak bisa dipercaya. Ini adalah kejahatan, semuanya jelas – penargetan yang disengaja dan langsung. Dia menjadi sasaran. Sudah jelas,” kata Jarrar.
Kantor kepresidenan Palestina mengutuk pembunuhan itu, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka menganggap rezim Zionis Israel bertanggung jawab atas insiden keji itu.
Juru bicara pemerintah Otoritas Palestina (PA) Ibrahim Melhem menggambarkannya sebagai pidana komprehensif yang dilakukan terhadap seorang jurnalis terkenal.
“Pembunuhan itu disengaja… Akan ada otopsi oleh petugas medis Palestina, yang akan diikuti dengan laporan termasuk semua rincian pembunuhan itu,” kata Melhem kepada Al Jazeera.
“Namun, semua saksi yang hadir di tempat kejadian memastikan bahwa penembak jitu Israel yang melakukan kejahatan itu dengan cara yang disengaja.”
Baca juga : Jared Kushner Berencana Investasi di Israel Gunakan Aset Saudi
Yair Lapid, menteri luar negeri Israel, mengatakan Tel Aviv menawarkan “penyelidikan patologis bersama” atas kematian Abu Akleh. Dia menambahkan bahwa “wartawan harus dilindungi di zona konflik”.
Salah satu mantan rekan Abu Akleh, Mohammad Hawwash, yang mengenalnya selama lebih dari 25 tahun, mengatakan bahwa dia adalah “wartawan sejati”.
“Shereen adalah seorang jurnalis profesional dan tidak memihak yang menyampaikan realitas dan peristiwa apa adanya,” Hawwash, 70, mengatakan kepada Al Jazeera.
Koresponden TV Palestina Christine Rinawi, yang sering bersama Abu Akleh di lapangan di Yerusalem, mengatakan mendiang reporter itu adalah “profesor di dunia jurnalisme.”
“Kami akan bertemu berjam-jam di lapangan, kami akan ditangkap bersama, kami terluka bersama. Diri Shireen sendiri adalah sebuah pesan sepanjang kehidupan jurnalistiknya, dan bahkan dalam kesyahidannya, dirinya adalah sebuah pesan,” kata Rinawi kepada Al Jazeera.
“Ini adalah hari yang menyedihkan, hari yang kelam. Tidak ada kata-kata untuk menjelaskan rasa sakit yang kita semua alami,” tambahnya.
Militer Israel mengatakan tentaranya diserang dengan tembakan senjata berat dan bahan peledak saat beroperasi di Jenin, dan mereka membalas. Pihak Israel lalu menambahkan bahwa mereka akan melakukan penyelidikan atas insiden tersebut.
Baca juga : Tiga Negara Arab Menentang Kembalinya Suriah ke Liga Arab
Tahun lalu, kantor Al Jazeera di Jalur Gaza, di sebuah gedung yang juga menampung Associated Press, dibom oleh pasukan Israel dalam sebuah serangan. Wartawan Palestina dan internasional mengatakan mereka telah secara terjadwal menjadi sasaran pasukan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki.
Banyak orang di Palestina dan luar negeri turun ke media sosial untuk mengungkapkan keterkejutan dan kesedihan mereka.
“Pasukan pendudukan Israel membunuh jurnalis tercinta kami Shireen Abu Akleh saat meliput kebrutalan mereka di Jenin pagi ini. Shireen adalah jurnalis Palestina paling terkemuka dan teman dekat,” tulis Husam Zomlot, duta besar Palestina untuk Inggris.
Israeli occupation forces assassinated our beloved journalist Shireen Abu Akleh while covering their brutality in Jenin this morning. Shireen was most prominent Palestinian journalist and a close friend. Now we will hear the “concerns” of the UK govt & the international community pic.twitter.com/M6lKTbceHJ
— Husam Zomlot (@hzomlot) May 11, 2022
Mereka yang mengenalnya menggambarkannya sebagai pemberani, baik hati, dan bersuara untuk Palestina.
Baca juga : Marathon Penentu Timur dan Barat di Ukraina
“Shireen adalah jurnalis pemberani, baik hati, dan berintegritas tinggi yang saya dan jutaan orang Palestina tumbuhkan sebagai tontonan,” tulis Fadi Quran, seorang aktivis di kelompok kampanye, Avaaz.
“Mengerikan ketika mendengar kabar pembunuhan Israel terhadap jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh di Jenin! Shireen dengan berani meliput agresi Israel di Palestina selama lebih dari dua dekade,” tulis Huwaida Arraf, seorang aktivis dan pengacara Palestina-Amerika.
“Tidak percaya,” tulis Salem Barahmeh, seorang aktivis Palestina. “Kami tumbuh dengan laporannya tentang intifada kedua. Dia adalah suara kami. Beristirahatlah dalam kekuatan dan kedamaian. Hari lain, tragedi lain.”
In disbelief. Israeli apartheid forces killed Al Jazeera journalist Shireen Abu Akleh this morning while covering their invasion of Jenin. We grew up to her reporting on the second intifada. She was our voice. Rest in power and peace. Another day, another tragedy. https://t.co/FkaNdCTFUU
— Salem Barahmeh (@Barahmeh) May 11, 2022
Giles Trendle, direktur pelaksana Al Jazeera, mengatakan kantor berita itu “terkejut dan sedih” dengan kematian Shireen Abu Akleh.
“Kami memiliki sejarah di seluruh dunia tetapi khususnya di wilayah ini, di mana kami mengalami tragedi,” katanya, menyerukan penyelidikan transparan atas pembunuhan Abu Akleh.
Baca juga : Sisi Politik dan Ekonomi Kunjungan Presiden Suriah ke Iran
“Sebagai jurnalis, kami terus bekerja. Misi kami adalah untuk melanjutkan. Kami tidak akan dibungkam,” kata Trendle. “Misi kami adalah selalu melanjutkan untuk memberi tahu dunia apa yang sedang terjadi. Dan itu lebih penting.”