Wina, Purna Warta – Mikhail Ulyanov, perwakilan Rusia untuk organisasi internasional yang berbasis di Wina, bereaksi dalam twitter-nya atas keputusan Iran untuk memulai pengayaan nuklir 60%.
Menanggapi berita tersebut, dia menulis: “Mereka yang melakukan sabotase terhadap fasilitas nuklir di Natanz mungkin berusaha untuk melemahkan proses menghidupkan kembali JCPOA.”
Diplomat Rusia itu menambahkan bahwa mereka meremehkan konsekuensi yang signifikan dari tindakan seperti itu.
Sayyid Abbas Araghchi, Wakil Menteri Luar Negeri dan Kepala Negosiator Republik Islam Iran, menghadiri pertemuan Komisi Gabungan IAEA di Wina dengan kehadiran Iran dan P5 + 1 yang akan dimulai sore ini (Selasa 13/4), dan pihaknya mengumumkan pengayaan nulkir Iran sampai 60%.
“Iran hari ini telah mengumumkan dalam sebuah surat kepada direktur jenderal Badan Energi Atom Internasional bahwa pihaknya akan memulai pengayaan nuklir sampai 60 persen, dimana 1000 sentrifugal lainnya dengan kapasitas 50 persen nuklir lebih banyak akan ditambahkan pada mesin di Natanz, sebagai tambahan untuk mengganti mesin yang rusak.” katanya.
Perlu dicatat bahwa Kazem Gharib Abadi, Duta Besar dan Perwakilan Tetap Republik Islam Iran untuk Badan Energi Atom Internasional, setelah sabotase fasilitas pengayaan Natanz baru-baru ini, mengumumkan bahwa mesin generasi baru akan dipasang di Natanz dan beberapa langkah-langkah teknis selanjutnya akan diumumkan minggu ini.
Menyusul penerapan Undang-Undang Tindakan Strategis untuk Mencabut Sanksi dan Melindungi Kepentingan Bangsa Iran, Organisasi Energi Atom menerima pengayaan nuklir 20% di Fordow pada 4 Januari.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, Salehi menggambarkan Sabotase fasilitas nuklir tersebut dianggap sebagai terorisme nuklir dan mengatakan bahwa Kazem Gharib Abadi, perwakilan permanen Iran untuk IAEA, telah mengirim surat kepada Grossi setelah insiden Natanz, dan menyalahkan rezim Zionis atas insiden tersebut.
Amos Yadlin, mantan kepala dinas intelijen militer rezim Zionis, secara eksplisit mendukung tindakan teroris rezim di fasilitas Natanz, walaupun di satu sisi mengkritik perdana menteri karena tidak mengikuti hierarki untuk operasi keamanan yang sensitif tersebut.