Tunis, Purna warta – Presiden Tunisia Qais Saeed menyerukan dialog nasional dan reformasi politik yang serius di negara itu.
Presiden Tunisia Qais Saeed bertemu dengan sejumlah mantan perdana menteri pada hari Rabu (16/6), dan menyerukan dialog nasional untuk mencapai reformasi politik yang serius di tengah iklim ketidakpercayaan antara rakyat dan pemerintah.
Baca Juga : Penerbangan Suriah ke UEA Dibuka Kembali
Permintaan presiden Tunisia datang setelah sistem yang berkuasa dan cara pemungutan suara saat ini menyebabkan perpecahan dan gangguan terhadap jalannya tindakan-tindakan pemerintah yang normal.
Pertemuan yang diadakan di istana kepresidenan Tunisia itu dihadiri oleh tiga mantan perdana menteri, Ali al-Arid, Youssef al-Shahed dan Elias al-Fakhakh, serta Perdana Menteri saat ini Hisham al-Mashishi.
Hamadi al-Jabali dan Mehdi Jum’ah tidak hadir dalam pertemuan karena keberadaan mereka di luar negeri, dan Habib al-Shaid tidak hadir karena kondisi fisik yang buruk, mereka termasuk mantan perdana menteri negara ini.
Selama seminggu terakhir, jalan-jalan Tunisia telah menjadi saksi aksi protes rakyat dan beberapa bentrokan dengan pasukan keamanan, dan dalam beberapa kasus, adegan protes itu mengingatkan pada saat penggulingan Presiden Zine El Abidine Ben Ali.
Baca Juga : Kekhawatiran Surat Kabar The Guardian Inggris akan Kemenangan Ibrahim Raeisi dalam Pemilihan Umum di Iran
Perkembangan ini terjadi setelah sejumlah jenderal Tunisia meminta presiden pada akhir Mei untuk mengembalikan negara ke jalurnya dan menghindarkannya dari akibat yang tidak menyenangkan.
Februari lalu, Qais Saeed, sebagai tanggapan atas pemecatan Hisham al-Mashishi terhadap lima menterinya, mengatakan:
“Kedaulatan politik di Tunisia harus mencerminkan kehendak bangsa yang sebenarnya.
Ketaatan pada sumpah tidak dinilai dengan kriteria pelaksanaan formalitas.
Sebaliknya, itu dinilai dengan mengamalkan teks sumpah yang eksplisit.”