Doha, Purna Warta – Menurut laporan pemberitaan Al Jazeera, provinsi Hadramaut mencakup 36 persen dari total wilayah Yaman dan 70 persen cadangan minyak negara tersebut. Secara geografis, Hadramaut berbatasan dengan Marib, Shabwah, dan Al-Mahrah, serta memiliki perbatasan internasional dengan Oman dan Arab Saudi, dan berbatasan langsung dengan Laut Arab. Potensi alam, geografis, dan energi ini menjadikan Hadramaut sebagai pusat persaingan internasional, terutama antara pihak-pihak agresor terhadap Yaman, termasuk Arab Saudi dan UAE, dengan AS dan Inggris yang juga menaruh perhatian pada sumber daya provinsi ini.
Dalam konteks ini, ketegangan keamanan dan militer di provinsi terkaya Yaman terus meningkat, seiring konflik alat-alat perang proxy antara Arab Saudi dan UAE yang berlangsung selama 10 hari terakhir. Hadramaut, provinsi terbesar dan terkaya di Yaman dari sisi minyak, terus menjadi pusat konflik bersenjata.
Para Pihak yang Terlibat
Dewan Transisi Selatan (STC), yang dibentuk UAE pada 2017 dan menuntut pemisahan Yaman Selatan dari Utara, berperan sebagai salah satu pihak. STC ingin membentuk “Negara Merdeka Selatan” dan mengembalikan kondisi sebelum penyatuan Yaman pada 1990.
Koalisi Suku Hadramaut, yang dibentuk pada 2013 dan terdiri dari tokoh suku, sosial, akademik, dan religius yang berafiliasi dengan Arab Saudi, berupaya mencapai otonomi provinsi untuk melindungi kekayaan dan kedaulatan Hadramaut.
Kelompok ketiga, terdiri dari pasukan dari dua zona militer pertama dan kedua, yang setia pada pemerintah boneka Aden, menambah kompleksitas situasi keamanan di Hadramaut.
Dalam beberapa hari terakhir, terjadi peningkatan bentrokan di Hadramaut setelah STC mengirim pasukan tambahan ke provinsi ini. Komando kelompok-kelompok ini dipimpin oleh Brigjen Saleh Ali bin Sheikh Abu Bakr, dikenal sebagai Abu Ali Al-Hadrami.
Amr bin Hubraish, kepala Koalisi Suku Hadramaut, mengutuk invasi STC dan kehadiran pasukan dari luar provinsi. Saat ini, pasukan yang berafiliasi dengan UAE melalui STC terus bergerak ke posisi-posisi Koalisi Suku Hadramaut yang mendapat dukungan Arab Saudi, terutama di kota Seiyun, ibu kota Wadi Hadramaut, dan kota Tarim di sekitarnya. Pasukan STC juga berhasil menguasai wilayah Wadi Sah, sementara pasukan pertahanan Shabwah yang berafiliasi dengan UAE bergerak maju di wilayah Duan.
Empat Poros Kekuatan di Hadramaut
- Amerika Serikat
Kehadiran militer AS di Bandara Al-Rayyan dan lokasi strategis lain di Hadramaut, serta pergerakan pejabat militer, politik, dan diplomatik AS, dianggap sebagai ancaman serius bagi keamanan dan stabilitas Yaman. - Uni Emirat Arab
UAE mendirikan STC untuk memperluas pengaruh militer, politik, dan demografis, serta menguasai pelabuhan, bandara, dan pulau strategis di provinsi selatan dan timur Yaman. - Arab Saudi
Arab Saudi mengancam untuk menguasai Hadramaut atau setidaknya mendirikan federasi Hadramaut, dengan bantuan tokoh Wahabi lokal yang berkewarganegaraan Saudi, demi kepentingan Riyadh. - Ansarullah
Ansarullah berupaya menempatkan pasukan dan tokoh nasional di Hadramaut untuk memperluas kedaulatan pemerintah sebagai bagian integral wilayah Yaman.
Persaingan Arab Saudi-UAE dan Dampak Geopolitik
Secara realistis, kemungkinan Arab Saudi bersitegang langsung dengan AS di Hadramaut rendah. Riyadh saat ini menilai UAE dan pasukan bonekanya di selatan sebagai ancaman nyata terhadap kepentingan dan ambisi strategisnya, selain konflik yang sedang berlangsung di Sanaa yang berada dalam status gencatan senjata.
Persaingan Arab Saudi-UAE dalam membagi “kue Yaman” menjadi jelas bagi pengamat politik. Sebulan setelah “pertemuan konsultatif” di Aden, Dewan Nasional Hadramaut, yang didukung Arab Saudi, dibentuk. Meskipun mengusung citra nasionalisme, dewan ini sebenarnya melayani kepentingan geopolitik Riyadh untuk mengokohkan pengaruhnya atas provinsi terbesar dan terkaya Yaman dari segi minyak dan mineral. Riyadh juga berupaya mewujudkan jalur pipa dari Arab Saudi ke Laut Arab, melewati Selat Hormuz.
Upaya Arab Saudi dan UAE untuk memisahkan Hadramaut atau menciptakan fakta baru bertentangan dengan pernyataan mereka soal perdamaian dan negosiasi dengan Sanaa, karena langkah-langkah separatis ini mengancam kesatuan dan masa depan politik Yaman. Sanaa tidak dapat menerima dominasi Arab Saudi, UAE, AS, dan Inggris atas provinsi-provisi minyak Yaman.


