Beirut, Purna Warta – Seorang Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam serangan mematikan Israel terhadap kendaraan sipil di Lebanon, meskipun perjanjian gencatan senjata telah diberlakukan sejak November 2024, dengan menyatakan bahwa serangan tersebut dapat tergolong kejahatan perang.
Baca juga: Universitas Oxford Raup Keuntungan dari Perusahaan yang Terlibat dalam Pendudukan Israel
“Kecuali terdapat bukti kuat bahwa objek-objek sipil tersebut memiliki tujuan ganda (militer)… maka serangan-serangan itu adalah ilegal,” ujar Morris Tidball-Binz, Pelapor Khusus PBB untuk eksekusi di luar hukum, tanpa proses pengadilan, atau sewenang-wenang, dalam pernyataannya secara tertulis kepada kantor berita AFP pada Jumat.
Ia menambahkan,
“Pembunuhan yang dihasilkan dari serangan-serangan tersebut melanggar hak untuk hidup serta prinsip kehati-hatian dan proporsionalitas, dan menurut pandangan saya, juga termasuk dalam kategori kejahatan perang.”
Pernyataan tersebut disampaikan pada hari yang sama dengan serangan drone Israel terhadap sebuah mobil di kota Khirbet Selm, Lebanon selatan, yang menewaskan satu orang dan melukai beberapa lainnya, menurut laporan Kantor Berita Nasional Lebanon (NNA).
Menanggapi serangan udara mematikan itu, Menteri Keuangan Lebanon, Yassin Jaber, yang berbicara dari Washington, menyerukan agar Amerika Serikat menekan Israel untuk mematuhi gencatan senjata.
Sementara itu, mantan Menteri Dalam Negeri Bassam Mawlawi menggambarkan situasi tersebut sebagai “sangat berbahaya.”
Sebuah sumber intelijen Angkatan Darat Lebanon, yang enggan disebutkan namanya, kemudian mengidentifikasi korban sebagai Hassan Marouf Rahhal, seorang anggota gerakan perlawanan Hezbollah.
Militer Israel dalam pernyataannya mengklaim bahwa individu yang menjadi target tersebut terlibat dalam upaya Hezbollah untuk membangun kembali kemampuan militernya di wilayah Khirbet Selm, Lebanon selatan.
Setelah hampir 14 bulan perang yang ditandai dengan kerugian besar dan kegagalan mencapai tujuan militernya dalam agresi terhadap Lebanon, Israel akhirnya terpaksa menyetujui gencatan senjata dengan Hezbollah, yang mulai berlaku pada 27 November 2024.
Namun, sejak saat itu, pasukan Israel terus melancarkan serangan terhadap wilayah Lebanon, termasuk serangan udara, yang secara jelas melanggar perjanjian gencatan senjata.
Pada 27 Januari 2025, Lebanon mengumumkan keputusannya untuk memperpanjang gencatan senjata dengan Israel hingga 18 Februari.
Sementara itu, Israel masih mempertahankan pendudukan di lima lokasi penting di Lebanon selatan, yakni Labbouneh, Gunung Blat, Bukit Owayda, Aaziyyeh, dan Bukit Hammamis, yang semuanya berada di dekat perbatasan.