‘#NoTechForApartheid:’ Pegawai Google dan Amazon Protes Kontrak AI dengan Israel

‘#NoTechForApartheid:’ Pegawai Google dan Amazon Protes Kontrak AI dengan Israel

Washington, Purna Warta Pekerja Google dan Amazon telah melakukan protes dengan tema #NoTechForApartheid di seluruh Amerika Serikat untuk berbicara menentang kontrak cloud dua raksasa teknologi dengan rezim Israel, dan memperingatkan bahwa Tel Aviv akan menggunakan teknologi ini untuk kegiatan mata-mata.

Demonstrasi dipentaskan pada hari Kamis di empat kota AS, yaitu San Francisco, New York, Seattle dan Durham, Carolina Utara menentang Proyek Nimbus, dengan pengunjuk rasa menyerukan pembatalan proyek.

Baca Juga : Komandan Iran: Iran di Antara Tiga Kekuatan Drone Teratas Dunia

Para pekerja mengatakan bahwa Nimbus akan digunakan untuk memfasilitasi mata-mata yang melanggar hukum, dan pengumpulan data tentang warga Palestina, serta akan membuka jalan bagi perluasan pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat yang diduduki. Mereka juga memperingatkan bahwa Nimbus “lebih lanjut melakukan apartheid dan penindasan terhadap warga Palestina.”

Proyek Nimbus, dinamai dari awan hujan gelap yang disebut nimbus juga dikenal sebagai nimbostratus, adalah proyek komputasi awan dari rezim Israel dan angkatan bersenjatanya yang ditandatangani dengan dua raksasa teknologi AS untuk menyediakan Kecerdasan Buatan (AI) ke Tel Aviv untuk digunakan dalam spionase kegiatan.

Kontrak senilai $1,2 miliar akan membuat Amazon Web Services (AWS) dan Google menyediakan layanan cloud kepada rezim Israel untuk menggantikan sistem berbasis komputernya dengan platform berbasis cloud dengan layanan kecerdasan buatan dan alat komputasi lainnya.

Baca Juga : Iran Kecam AS dan Inggris Karena Tetap Diam Terhadap Serangan Siber Anti-Iran

Teknologi ini dapat digunakan untuk deteksi wajah dan “analisis sentimen”, suatu bentuk pembelajaran mesin yang diklaim oleh pemasok dapat membedakan perasaan seseorang dengan mempelajari wajah dan ucapan mereka, menurut sebuah laporan oleh The Intercept.

Dalam hal ini, bahkan perusahaan pro-Israel telah menyuarakan keprihatinan tentang masalah privasi.

“Ini sebuah revolusi,” Shimon Elkabetz, direktur pelaksana negara Accenture Israel yang mengatakan kepada The Media Line. Pihaknya menambahkan bahwa jikalau privasi data dan tidak adanya jaminan teknologi tidak disalahgunakan memang menimbulkan ancaman yang signifikan.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia juga menyatakan keprihatinan bahwa teknologi AI dapat digunakan oleh Tel Aviv untuk mengawasi warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki.

Baca Juga : Rusia dan Cina Berjuang Bersama Lawan Ekspansi NATO

Gerakan #NoTechForApartheid, yang didirikan tahun lalu, juga telah meluncurkan kampanye untuk menandatangani petisi yang meminta manajemen kedua perusahaan untuk membatalkan kesepakatan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *