Wina, Purna Warta – Mikhail Ulyanov, utusan Rusia untuk organisasi-organisasi internasional yang berbasis di Wina, mengatakan bahwa kebijakan tekanan maksimum yang diberlakukan pemerintah AS terhadap nuklir Republik Islam Iran telah mengalami kegagalan.
“Setiap pemerintahan baru AS harus belajar dari kesalahan strategis masa lalu,” kata Ulyanov Kamis (4/11) sebagai tanggapan atas laporan bahwa Donald Trump dapat kembali ke kursi kepresidenan pada 2024 dan menarik diri dari kesepakatan apa pun dengan Iran.
Baca Juga : Ismail Haniyah Paparkan Proyek Masa Depan Hamas Terkait Pembebasan Palestina
“Apakah tidak jelas bahwa tekanan maksimum justru menyebabkan peningkatan besar dalam program nuklir Iran? “Apakah masih ada politisi tidak bertanggung jawab di Amerika Serikat yang ingin mengulangi tindakan bencana ini (tekanan maksimum)?” tulisnya di Twitter.
Any new US administration needs to learn from the strategic mistakes of the past. Isn’t it clear that the maximum pressure resulted in an enormous advancement of the Iranian nuclear programme? Is there any irresponsible politician in the US to repeat this catastrophic exercise? https://t.co/2MzJ7oISXv
— Mikhail Ulyanov (@Amb_Ulyanov) November 4, 2021
Pada Rabu malam, Ali Bagheri, wakil Menteri Luar Negeri Iran, mentweet bahwa pembicaraan akan diadakan di Wina pada 29 November (29 November) dengan tujuan mencabut sanksi ilegal dan tidak manusiawi yang diberlakukan AS.
Tak lama setelah itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS mengklaim bahwa jika Iran serius, maka bukan tidak mungkin akan terjalin kesepakatan yang cepat soal pakta nuklir Iran (JCPOA) dalam putaran ketujuh pembicaraan Wina.
Baca Juga : Saudi, UEA, Inggris dan AS Terbitkan Pernyataan Soal Sudan: Kembalikan Pemerintahan Sipil!
Utusan Rusia untuk pembicaraan Wina sebelumnya mengatakan bahwa semua masalah terkait JCPOA saat ini adalah hasil dari kebijakan “tekanan maksimum” AS di masa Donald Trump.