Tehran, Purna Warta – Dalam konferensi di Tehran pada Selasa (4 Februari 2025), Araghchi menyebutkan bahwa sejak dimulainya Operasi Banjir Al-Aqsa, terjadi perjuangan media yang signifikan, di mana semua pihak berusaha memengaruhi opini internasional.
Ia menekankan bahwa meskipun musuh-musuh Perlawanan memiliki kemampuan media yang besar, mereka gagal mendominasi narasi. Sebaliknya, kekuatan Perlawanan berhasil membuat dampak mendalam di bidang media, didukung oleh beberapa outlet regional dan internasional.
“Dalam domain ini, musuh-musuh Perlawanan tidak meraih banyak kesuksesan, sementara gerakan Perlawanan, bersama operasi militer mereka di Gaza, Lebanon, dan wilayah lain, secara efektif memanfaatkan platform media. Beberapa jaringan regional dan internasional memainkan peran penting dalam memperkuat pesan mereka,” ujarnya.
Araghchi menambahkan bahwa kombinasi narasi yang luas dan besarnya kejahatan yang dilakukan oleh rezim Zionis telah menimbulkan kecaman global.
“Ketika gambar, video, dan laporan tentang kekejaman ini beredar, ditambah dengan protes dan konferensi di seluruh dunia, lanskap internasional berubah secara signifikan. Dapat dikatakan dengan yakin bahwa rezim Zionis belum pernah se-terisolasi dan terdiskreditkan seperti sekarang.”
Gaza Menunjukkan Kekuatan Perlawanan
Araghchi menekankan kerusakan reputasi parah yang dialami Israel, menyatakan bahwa persepsi global terhadap rezim tersebut telah berubah dari sekadar “pembunuh anak-anak” menjadi “entitas genosida.”
Perubahan ini begitu mendalam sehingga bahkan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terpaksa mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap perdana menteri Israel sebagai penjahat perang. Banyak negara kini menolak menerimanya, dan beberapa bahkan melarang pesawatnya melintasi wilayah udara mereka, memaksanya mengambil rute alternatif selama kunjungan terakhirnya ke AS.
Araghchi juga menekankan kekuatan Perlawanan yang tak tergoyahkan.
“Citra yang ditampilkannya adalah kekuatan yang percaya diri, bertahan dari serangan udara dan darat yang brutal selama lebih dari 16 bulan. Kini, Perlawanan muncul lebih kuat dari sebelumnya, melakukan pertukaran tahanan sesuai syarat mereka sambil mempertahankan posisi di medan perang,” katanya, merujuk pada kehadiran besar-besaran pasukan Perlawanan Gaza selama pertukaran tahanan terbaru dengan Israel.
Menurutnya, persepsi ini memicu perdebatan internal dalam masyarakat Israel, di mana banyak yang kini menganggap diri mereka kalah.
Bom Tidak Dapat Mengalahkan Perlawanan
Mengenai aspek militer perang di Gaza dan Lebanon, Araghchi menyatakan bahwa meskipun menderita serangan, Hizbullah tetap mempertahankan kekuatan operasionalnya.
Kelompok ini terus bertahan di selatan Lebanon, menunjukkan ketahanan yang mencegah Israel meraih keuntungan teritorial seperti yang diraih selama perang 2006.
Meski mengakui kerugian yang diderita oleh Perlawanan di Gaza, Lebanon, dan wilayah lain, Araghchi menegaskan bahwa Perlawanan bukan sekadar gerakan, melainkan ideologi yang tidak dapat dihancurkan melalui pemboman atau pembantaian.
“Meski ada upaya berulang untuk melucuti Perlawanan, senjata terbesarnya bukanlah senjata konvensional, melainkan pengorbanan para syuhada,” ujarnya.
Mengakhiri pidatonya, Araghchi menyatakan bahwa kekuatan Perlawanan harus membangun kembali dan menerapkan pelajaran dari konflik terakhir.
“Saya yakin mereka akan kembali lebih kuat dari sebelumnya. Ini bukan pertama kalinya Hizbullah kehilangan pemimpin, namun setiap kali, mereka muncul lebih kuat.”