Damaskus, Purna Warta – Para ahli menilai kunjungan bersejarah Presiden Suriah Bashar Al-Assad ke Tiongkok sebagai sarana untuk mendobrak blokade politik terhadap Suriah dan membuka cakrawala ekonomi dan kerja sama bagi negara ini.
Antara tahun 2010 dan 2012, ketika dunia menyaksikan awal krisis di Suriah, perdagangan antara negara ini dan Tiongkok berjumlah sekitar 3,5 miliar dolar.
Baca Juga : Pemimpin Ansarullah: Kami Kecam Segala Normalisasi Hubungan dengan Zionis
Jumlah ini menurun menjadi sekitar 210 juta dolar pada akhir tahun keempat perang di Suriah, yaitu tahun 2014, karena penurunan permintaan barang dan meluasnya krisis di negara ini, yang mengurangi ukuran perekonomian Suriah, mengurangi ekspor dan industri secara umum, dan menimbulkan masalah yang dihadapi importir dan pasar di Suriah.
Namun volume perdagangan antara Suriah dan Tiongkok pada tahun 2015 mencapai sekitar 6,5% dan kembali meningkat pada tahun 2020 dan mengalami pertumbuhan sebesar 10,9%, sehingga melampaui tahun 2010.
Yang patut diperhatikan adalah penurunan jumlah perdagangan kedua negara pada tahun depan yakni 2021 menjadi 8,8%, sedangkan menurut pakar ekonomi, jumlah tersebut diperkirakan akan membaik setelah kunjungan Menteri Luar Negeri Tiongkok ke Damaskus.
Menyusul pertemuan baru-baru ini antara Suriah dan Tiongkok dan perkembangan terbarunya, ada beberapa pertanyaan yang muncul di benak pengamat, antara lain, apakah struktur ekonomi Suriah memiliki kekuatan yang diperlukan untuk mendapatkan manfaat dari perjanjian yang ditandatangani dengan Tiongkok dan mengubahnya menjadi kondisi optimal yang bermanfaat bagi rakyat Suriah?
Baca Juga : Pemerintahan Baru Akan Terdiri dari Semua Kelompok Politik Yang Aktif
Dapatkah Suriah menjadi lingkungan yang menarik bagi investasi Tiongkok dan dapat mengatasi konsekuensi sanksi?
Bisakah Tiongkok mengakhiri kebuntuan politik di Suriah dengan memainkan peran politik dan membuka cakrawala baru bagi solusi politik dalam waktu dekat?
Pertanyaan-pertanyaan yang akan terjawab di masa mendatang.