London, Purna Warta – Seorang jurnalis dan fotografer independen Inggris, Vanessa Beeley mengatakan bahwa Israel berusaha meningkatkan ketegangan di kawasan dalam upaya mencegah perang yang tak terhindarkan dengan Hizbullah Lebanon.
Dalam sebuah wawancara pada hari Jumat (13/8), Vanessa Beeley yang telah bekerja secara ekstensif di Timur Tengah mengatakan bahwa rezim Israel menjadi semakin agresif sampai ke tingkat putus asa di bawah kepemimpinan perdana menteri baru Naftali Bennett.
“Bennet tidak percaya pada proses perdamaian di Palestina, ia lebih memilih manajemen Perlawanan terhadap pendudukan Israel atas wilayah Palestina dan pengepungan brutal di wilayah Gaza. Kita melihat perluasan kekerasan Israel secara regional seperti yang mereka tunjukkan dengan serangan udara di Najaf, Irak baru-baru ini dan pemboman Lebanon selatan minggu lalu,” katanya.
Pada 26 Juli dua pesawat tak berawak menargetkan gudang amunisi milik Unit Mobilisasi Populer (PMU) anti-teror Irak (Hashd as-Sha’bi) di kota Najaf, selatan Baghdad. PMU mengatakan bahwa AS dan Israel berada di balik serangan itu.
Pada tanggal 4 Agustus, Israel menyerang sebuah daerah di Lebanon selatan sebagai tanggapan atas dugaan tembakan roket ke tanah yang diduduki. Dua hari kemudian Hizbullah menyerang lapangan terbuka di dekat posisi Israel menggunakan puluhan roket. Media Israel mengatakan bahwa serangan Hizbullah tersebut membuat para pemukim di Dataran Tinggi Golan dan Galilea berebut tempat berlindung.
Dalam sambutannya, Beeley mengatakan bahwa Israel tahu bahwa Suriah merupakan ancaman bagi keamanannya. Dengan demikian Israel secara langsung mendukung kelompok-kelompok bersenjata teroris anti-Damaskus yang beroperasi di dalam negara Arab.
“Israel sedang berusaha untuk melemparkan kawasan ke dalam kekacauan sebagai upaya untuk mencegah perang yang tak terhindarkan dengan Hizbullah, karena mereka tahu bahwa jika mereka sampai terlibat Israel akan kalah. Israel secara preemtif menargetkan apa yang mereka sebut sebagai ‘milisi Iran’ di Irak dan Suriah, bahkan mungkin Lebanon. Mereka akan menggunakan dalih membela diri untuk membenarkan pelanggarannya terhadap hukum internasional dan konvensi Jenewa,” tambahnya.
Wartawan itu juga mencatat bahwa front perlawanan di wilayah tersebut telah menanggapi serangan Israel. Dia berpesan bahwa tindakan agresi yang melanggar hukum tidak akan lagi ditoleransi.
“Kami telah tiba pada titik kritis yang serius di mana kami memiliki seorang Perdana Menteri ultra-ekstremis di Israel yang tidak memiliki keinginan untuk menengahi kesepakatan koeksistensi apa pun dengan Palestina dan meningkatkan agresi secara regional. Tampaknya kami menuju eskalasi besar dalam konflik antara poros perlawanan dan Israel,” katanya.
“Wilayah ini berada di ambang perang panas. Kepemimpinan poros Perlawanan visioner dan berkepala dingin dibandingkan rezim Zionis yang supremasi dan ekstremis,” ungkapnya.
“Kami tahu dari reaksi terbaru dari perlawanan bersenjata Gaza terhadap tirani Zionis di Wilayah Pendudukan bahwa konflik ini telah dipersiapkan untuk beberapa waktu oleh pusat komando Perlawanan. Israel tahu mereka menghadapi angkatan bersenjata yang terorganisir, lengkap, dan bersatu. Tetapi pertanyaannya adalah, apakah Israel akan mundur atau tidak,” tambahnya, mengacu pada serangan roket pada bulan Mei dari Gaza menuju tanah yang diduduki.