Tel Aviv, Purnawarta – Ratusan demonstran berunjuk rasa di alun-alun Habima, Tel Aviv pada Sabtu (30/12) malam menuntut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mundur dari jabatannya. Massa juga menuntut pemerintah mengadakan pemilu sesegera mungkin karena pemerintah inkumben tidak berhasil mengelola perang dengan Gaza serta gagal mengembalikan seluruh tawanan Israel. Mereka mendesak pengadaan pemilu ini meski di tengah perang.
Aksi ini merupakan salah satu aksi besar anti pemerintah semenjak peristiwa 7 Oktober. Sebelumnya, massa hanya menuntut pemulangan tawanan, tapi kali ini mereka dengan lantang mengutuk pemerintahan Netanyahu beserta koalisi kanannya. “Pengkhianat, pencuri, koruptor. Dia (Netanyahu) seharusnya ada di penjara!” sebut salah satu banner yang dibawa pengunjuk rasa.
Para demonstran mengungkapkan ketidakpuasannya terkait bagaimana Israel berunding soal tawanan. Netanyahu menjawab bahwa Hamas memberikan sejumlah syarat yang tidak bisa diterima Israel sehingga perundingan menjadi alot. Keadaan diperparah dengan adanya tawanan Israel yang dibunuh oleh militer Israel sendiri. Militer Israel mengakui pihaknya telah membunuh setidaknya 3 tawanan sebagaimana yang dilaporkan The Times of Israel.
Sementara itu, PM Netanyahu dalam konferensi persnya menyikapi perkembangan internal dan eksternal Israel mengatakan bahwa dirinya tidak punya rencana untuk mundur. Ia berniat untuk tetap berada di bangku jabatan setidaknya sampai perang berakhir. Politikus gaek itu bahkan mengatakan bahwa Israel justru lebih kuat di bawah kepemimpinannya.
“(Buktinya) kita bisa mengelola perang di beberapa front sekaligus, bertahan hingga 90 hari dengan ekonomi yang kuat dan dukungan internasional,” ujarnya. “Kebijakan saya jelas. Kami akan terus berperang hingga seluruh tujuan kami tercapai, terutama penghancuran Hamas dan pembebasan tawanan,” tambahnya. Ia kemudian menekankan bahwa perang ini masih akan berlanjut hingga beberapa bulan ke depan.