Beirut, Purna Warta – Sebuah laporan baru mengungkap bahwa militer Israel secara luas menggunakan munisi tandan—yang dilarang menurut hukum internasional—selama lebih dari 14 bulan agresinya terhadap Lebanon, sehingga secara masif menghancurkan dan merusak infrastruktur sipil di wilayah selatan negara tersebut.
Laporan yang diterbitkan oleh harian Inggris The Guardian itu mengutip foto-foto sisa munisi yang ditemukan di Lebanon selatan.
Gambar-gambar tersebut, yang telah diperiksa oleh enam pakar persenjataan berbeda, tampaknya menunjukkan sisa dua jenis munisi tandan Israel—yaitu peluru artileri 155mm M999 Barak Eitan dan rudal berpemandu 227mm Ra’am Eitan.
M999 Barak Eitan adalah peluru tandan anti-personel canggih yang diproduksi oleh produsen senjata besar Israel, Elbit Systems, pada tahun 2019.
Setiap peluru artileri M999 melepaskan sembilan submunisi yang meledak menjadi 1.200 serpihan tungsten.
Media Israel menggambarkan Ra’am Eitan sebagai rudal berpemandu yang membawa 64 submunisi yang tersebar di area luas dan menewaskan siapa pun di dalamnya.
Menurut sebuah pernyataan pers militer Israel pada Februari 2024, pasukan Israel di sepanjang perbatasan antara wilayah pendudukan utara dan Lebanon telah dilengkapi dengan rudal Ra’am Eitan sebagai persiapan menghadapi para pejuang perlawanan Hizbullah.
Munisi tandan Israel ditemukan di tiga lokasi di Lebanon selatan—tempat serangan Israel paling mematikan—yakni lembah berhutan Wadi Zibqin, Wadi Barghouz, dan Wadi Deir Siryan.
Temuan ini menandai indikasi pertama bahwa Israel telah menggunakan munisi tandan sejak perang 33 hari di Lebanon tahun 2006, dan juga pertama kalinya rezim penjajah tersebut diketahui menggunakan dua jenis munisi terbaru ini.
Munisi tandan adalah jenis bom yang dirancang untuk menyebarkan banyak submunisi kecil—sering disebut bomblet—ke area luas yang dapat mencakup beberapa lapangan sepak bola.
Munisi tandan secara luas dilarang karena tingkat kegagalannya yang tinggi, dengan hingga 40% submunisi gagal meledak saat jatuh. Kondisi ini membahayakan warga sipil karena bom yang tidak meledak dapat menjadi perangkap mematikan jika tersentuh di kemudian hari.
Hingga saat ini, 124 negara telah meratifikasi Konvensi Munisi Tandan yang melarang penggunaan, produksi, dan transfer senjata tersebut. Namun, Israel tidak termasuk negara yang meratifikasi.
“Kami meyakini penggunaan munisi tandan selalu bertentangan dengan kewajiban militer untuk menghormati hukum humaniter internasional, karena sifatnya yang tidak pandang bulu saat digunakan maupun setelahnya,” kata Tamar Gabelnick, direktur Koalisi Munisi Tandan.
Dampaknya yang sangat luas, tambahnya, membuat munisi itu tidak dapat membedakan antara target militer dan sipil, dan sisa-sisa munisinya membunuh serta melukai warga sipil selama puluhan tahun setelah digunakan.
Selama perang tahun 2006, Israel menjatuhkan empat juta bom tandan di Lebanon pada hari-hari terakhir sebelum gencatan senjata tercapai. Diperkirakan satu juta bom kecil tidak meledak, menewaskan 400 orang sejak saat itu.
Organisasi HAM menegaskan bahwa mustahil menggunakan munisi tandan dengan cara yang benar-benar meminimalkan bahaya bagi warga sipil.
“Munisi tandan dilarang secara internasional karena alasan yang jelas. Penggunaannya pada dasarnya tidak pandang bulu, tidak ada cara hukum atau bertanggung jawab untuk menggunakannya, dan warga sipil menanggung beban terberat karena senjata ini tetap mematikan selama beberapa dekade,” kata Brian Castner, kepala riset krisis Amnesty International.
Israel dan Hizbullah mencapai kesepakatan gencatan senjata yang mulai berlaku pada 27 November 2024. Berdasarkan kesepakatan itu, Tel Aviv diwajibkan menarik seluruh pasukannya dari wilayah Lebanon—namun tetap menempatkan pasukan di lima lokasi, yang jelas melanggar Resolusi 1701 Dewan Keamanan PBB dan isi perjanjian gencatan senjata tersebut.
Sejak gencatan senjata diberlakukan, Israel telah berulang kali melanggar kesepakatan itu melalui serangan terus-menerus ke wilayah Lebanon.
Pihak berwenang Lebanon telah memperingatkan bahwa pelanggaran Israel terhadap gencatan senjata mengancam stabilitas nasional.


