Teheran, Purna Warta – Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran menyatakan kekhawatirannya tentang konflik yang terus-menerus terjadi di Sudan.
Dalam sebuah pernyataan pada Selasa malam, Esmaeil Baqaei menyuarakan kekhawatirannya tentang laporan bentrokan yang tak henti-hentinya di Sudan yang telah menewaskan dan membuat banyak warga sipil mengungsi.
Ia mengatakan Iran khawatir tentang eskalasi situasi kemanusiaan yang mengerikan di negara Afrika Timur Laut itu.
Juru bicara itu meminta masyarakat internasional, khususnya lembaga kemanusiaan, untuk lebih memperhatikan keadaan kritis di Sudan.
Baqaei juga menekankan perlunya upaya untuk menghentikan bentrokan di Sudan, mengatasi situasi kemanusiaan di negara Afrika itu, dan memberikan bantuan internasional kepada rakyatnya.
Perang di Sudan telah menyebabkan lebih dari 14 juta orang mengungsi dan kekerasan seksual terjadi dalam skala yang “mengejutkan”, demikian laporan badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Konflik sipil tersebut telah menciptakan krisis pengungsian terbesar di dunia tahun ini, kata Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) PBB pada hari Selasa.
Perang saudara yang ganas di Sudan meletus pada bulan April 2023 setelah perebutan kekuasaan antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan mantan sekutu paramiliter tentara, Pasukan Dukungan Cepat (RSF), yang sebelumnya bekerja sama untuk menyingkirkan mantan Presiden Omar al-Bashir dalam kudeta militer tahun 2019.
Sejak saat itu, sekitar 30 persen dari total penduduk negara tersebut telah meninggalkan rumah mereka.
Dari jumlah tersebut, 11 juta orang mengungsi secara internal dan 3,1 juta orang telah melarikan diri ke negara-negara tetangga, dan jumlahnya terus meningkat.
Penyakit juga menyebar dengan cepat dan 50 persen penduduk Sudan berjuang untuk mendapatkan jumlah makanan minimum untuk bertahan hidup.