Iran Kecam Inggris atas Pelanggaran HAM di Tingkat Domestik dan Internasional

Teheran, Purna Warta – Kementerian Luar Negeri merilis laporan terperinci yang menceritakan dan mengecam pelanggaran HAM Inggris di tingkat domestik dan internasional. Laporan berjudul, “Pelanggaran HAM oleh Inggris” pada tahun 2024 dikeluarkan pada hari Sabtu, yang mengkatalogkan serangkaian pelanggaran seperti penjualan senjata negara itu kepada rezim Israel di tengah perang genosida Tel Aviv yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, dan tindakan kerasnya terhadap protes pro-Palestina.

Baca juga: Bashar al-Assad Bantah Klaim Rencana Keluar di Tengah Jatuhnya Damaskus

Selain itu, laporan tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang tingkat pelanggaran hak migran yang mengkhawatirkan, diskriminasi rasial, pembunuhan terhadap perempuan, dan pelecehan anak di negara itu, antara lain.

Membantu genosida

Laporan tersebut mengutip pemerintah Inggris yang mengeluarkan “lebih dari 100 lisensi ekspor senjata” kepada rezim Israel sejak 7 Oktober 2023, ketika Tel Aviv melancarkan perang yang sejauh ini telah merenggut nyawa lebih dari 44.900 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak.

“Saat ini, ada total 345 lisensi untuk penjualan senjata kepada rezim Zionis, termasuk lisensi untuk mengirim senjata sebelum 7 Oktober,” katanya, seraya menambahkan, “Statistik mengonfirmasi bahwa tidak ada permohonan lisensi ekspor senjata yang ditolak atau dibatalkan” selama serangan militer Israel yang brutal.

Laporan itu juga menyoroti misi Inggris di Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memveto resolusi yang telah diajukan di Dewan Keamanan badan dunia itu untuk mengamanatkan gencatan senjata di Gaza serta penangguhan bantuan London kepada UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina.

Sementara itu, laporan itu menunjuk pada pemerintah Inggris yang mencap demonstrasi pro-Palestina sebagai “pawai kebencian” dan indikasi anti-Semitisme.

Di tempat lain, laporan itu menyoroti kebijakan imigrasi pemerintah, khususnya “rencana Rwanda” yang kontroversial, yang memungkinkan deportasi pencari suaka ke Rwanda, meskipun ada keberatan dari Mahkamah Agung Inggris dan PBB.

Kebijakan tersebut juga ditandai dengan contoh-contoh diskriminasi rasial lainnya, khususnya terhadap orang-orang keturunan Afrika, katanya. Laporan tersebut juga menunjuk pada skandal Windrush yang terus berdampak pada komunitas Karibia melalui penahanan yang salah dan penolakan hak, dan mengecam undang-undang imigrasi yang memungkinkan deportasi otomatis dan pencabutan kewarganegaraan.

Hak perempuan dan anak

Hak-hak perempuan juga terancam di Inggris, dengan 3.000 insiden kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga tercatat setiap hari di Inggris dan Wales tahun ini, kata laporan tersebut.

Ditambahkan bahwa tingkat pembunuhan terhadap perempuan tetap tinggi di negara tersebut, dengan rata-rata 140 perempuan dibunuh setiap tahunnya yang sering kali dilakukan oleh pasangan intimnya.

Perempuan di negara tersebut juga menghadapi contoh-contoh misogini lainnya serta pelecehan yang meluas di transportasi umum dan pelecehan sistemik di dalam militer, keluh kementerian tersebut, selain menyesalkan bahwa perempuan Muslim juga melaporkan masalah keselamatan yang meningkat.

Baca juga: Indonesia Tekankan Hubungan yang Lebih Kuat dengan Iran

Selain itu, laporan tersebut mencatat, hak-hak anak sedang dikompromikan sebagai akibat dari meningkatnya kekerasan polisi dan tanggapan yang tidak memadai terhadap eksploitasi anak. Sekitar 87.000 kasus kekerasan seksual anak telah tercatat di seluruh negeri tahun ini, dan anak-anak melaporkan merasa tidak aman di tempat umum, katanya.

Kementerian tersebut lebih lanjut mengecam penerapan Undang-Undang Masalah Irlandia Utara 2023 dan Undang-Undang Operasi Luar Negeri 2021 yang menawarkan kekebalan bersyarat atas pelanggaran HAM terkait militer seperti dugaan keterlibatan tentara Inggris dalam kekerasan seksual di Kenya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *