Tehran, Purna Warta – Pusat Statistik Eropa mengumumkan impor minyak Iran oleh tiga anggota Uni Eropa pada tahun 2022 meningkat, dan Bulgaria menjadi pelanggan terbaru minyak Iran dari kawasan benua biru itu, sementara Republik Islam Iran berada di bawah sanksi sepihak Amerika Serikat selama lebih dari 40 tahun.
Pengenaan sanksi anti-Iran selama kepresidenan Donald Trump, mantan presiden Amerika Serikat, setelah menarik diri dari JCPOA dan peluncuran kampanye tekanan maksimum memperoleh dimensi baru yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap bangsa Iran dengan harapan kepatuhan Iran terhadap tuntutan irasional Amerika Serikat yang menemui kegagalan.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen di hadapan para anggota DPR AS baru-baru ini mengakui bahwa sanksi Washington terhadap Iran tidak efektif dibandingkan yang dihadapkan.
Informasi yang dipublikasikan Pusat Statistik Eropa (Eurostat) hari Sabtu (22/4) menunjukkan bahwa Rumania, Polandia, dan Bulgaria, tiga negara anggota Uni Eropa, mengimpor 4.181 ton minyak mentah dan produk olahan minyak dari Iran tahun lalu.
Meskipun jumlah impor minyak Uni Eropa belum signifikan, tapi menunjukkan keinginan kilang Eropa untuk mengabaikan sanksi AS terhadap Iran.
Pencantuman angka tersebut dalam statistik impor emas hitam resmi Eropa mengindikasikan keinginan otoritas Eropa untuk menjauhkan diri dari sanksi, atau setidaknya menunjukkan keberatan mereka terhadap kebijakan sanksi AS terhadap Iran.
Senator partai Demokrat, Chris Murphy di akun Twitternya baru-baru ini mengungkapkan bahwa klaim Trump mengenai kesepakatan yang lebih kuat dengan Iran dapat dicapai dengan menarik diri dari JCPOA sebagai kesalahan.
Ia menggambarkan penarikan Amerika dari JCPOA sebagai keputusan paling bodoh dari kebijakan luar negeri negaranyadalam 50 tahun terakhir. Murphy juga mengakui bahwa tidak ada yang diperoleh dari sanksi tekanan maksimum Trump terhadap Iran dan penarikan diri dari JCPOA telah membuat Iran lebih kuat.