Johannesburg, Purna Warta – Seorang komentator media mengatakan langkah Uni Emirat Arab baru-baru ini untuk membuka kedutaan besar di Tel Aviv mencerminkan pengabaian para pemimpin lalim mereka atas penderitaan orang-orang Palestina di bawah pendudukan Israel.
Iqbal Jassat, seorang eksekutif di Media Review Network (MRN) yang berbasis di Johannesburg (sebuah kelompok advokasi sosial-politik yang peduli dengan analisis media dan politik) membuat pernyataan itu dalam sebuah wawancara dengan Press TV pada hari Minggu (18/7).
Jassat mengatakan bahwa UEA telah dengan bodohnya memulai rute yang buruk menuju bencana dengan terjun ke dalam proses diplomatik formal dengan entitas pendudukan.
Baca Juga : Jihad Islam: Israel Harus Bertanggung Jawab Atas Eskalasi Situasi Paska Kekerasan di Al-Aqsa
“Sangat jelas fakta bahwa Israel adalah musuh yang berperang dengan hukum dan konvensi internasional dan untuk meningkatkan pembangkangannya membutuhkan kediktatoran Arab yang patuh sebagai mitranya,” tambahnya.
Pada hari Rabu (14/7), UEA membuka kedutaannya yang terletak di Bursa Efek Tel Aviv. Hal itu terjadi hanya dua minggu setelah peresmian misi Israel di Abu Dhabi.
Bersama dengan Bahrain, UEA menandatangani pakta normalisasi dengan rezim Tel Aviv selama upacara resmi yang diselenggarakan oleh mantan presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pada September 2020. Palestina mengecam kesepakatan itu sebagai “tikaman dari belakang” yang berbahaya untuk tujuan mereka dalam melawan pendudukan Israel.
Jassat mengatakan bahwa kolaborasi UEA dengan Israel adalah sebuah penghinaan, tidak hanya terhadap martabat penduduknya sendiri dan dunia Arab yang lebih luas, tetapi juga terhadap perlawanan rakyat Palestina melawan kebrutalan pendudukan.
Baca Juga : Hampir 5.000 Orang Palestina Berada di Balik Jeruji Israel
“Pengkhianatan keji terhadap perjuangan kebebasan Palestina ditunjukkan dengan menyerahnya UEA kepada rezim apartheid. Ini menunjukkan ketidakpekaan dan ketidakpedulian yang tercela atas penderitaan rakyat Palestina,” katanya.
“Formalisasi hubungan diplomatik telah memberikan otorisasi Israel celah untuk terus melakukan ketidakadilan dengan pemukiman ilegal serta pengusiran dan kekerasan yang sedang berlangsung di Silwan, Sheikh Jarrah dan lingkungan lainnya.”
Analis itu juga mengeluhkan bahwa perilaku pengkhianatan UEA untuk menyelaraskan diri dengan Zionisme telah memberi lampu hijau pada rezim pendudukan untuk terus menjarah dan melakukan kejahatan keji terhadap Palestina.
“Mengingat kebrutalan dan kekerasan yang dilakukan oleh Israel karena tanpa ampun ingin memusnahkan seluruh jejak Palestina, keputusan UEA untuk menutup mata terhadap kejahatan perang ini dengan merangkul rezim kolonial mencerminkan tidak adanya kebijakan yang didasarkan pada komitmen terhadap hak asasi manusia, ” ucapnya.
Baca Juga : Pejabat PBB Tekan Israel Hentikan Pembongkaran Properti Palestina
“Ini tidak mengherankan, karena UEA adalah tirani lalim yang tidak memiliki kebijakan yang didirikan sehubungan dengan hak asasi manusia yang mendasar,” Jassat menambahkan.
Jassat juga menolak klaim UEA bahwa normalisasi adalah upaya untuk menciptakan perdamaian. Dia mengatakan bahwa itu adalah gagasan aneh bagi para penguasa lalim yang mendikte kebijakan UEA.
“Klaim keterlaluan seperti itu tidak beresonansi dengan sentimen publik di seluruh dunia Arab maupun dengan Palestina,” katanya.
“Pembinaan hubungan dengan Israel oleh UEA secara langsung bertentangan dengan tuntutan internasional oleh organisasi hak asasi manusia untuk mengisolasi rezim kolonial dengan memberlakukan boikot, sanksi dan divestasi.”