Jakarta, Purnawarta – Menteri Pertahanan saat ini, Prabowo Subianto, yang juga Ketua Umum Partai Gerindra dalam beberapa bulan terakhir mendapat elektabilitas yang semakin kuat. Hal itu diungkap oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, ini adalah kali pertama Prabowo berada di peringkat teratas pada simulasi tiga nama yang dilakukan LSI dalam setahun terakhir. “Setahun terakhir, kelihatannya Prabowo berada di nomor dua kalau disimulasi tiga nama. Nomor dua atau nomor tiga,” kata Djayadi kepada detikX. “Tapi sejak awal April ini, untuk pertama kalinya dia nomor satu di simulasi tiga nama.”
LSI melakukan survei pada 31 Maret-4 April 2023 dengan sampel sebanyak 1.229 orang. Pemilihan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD), sebuah teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.
Dengan teknik ini, para responden dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, tersaring, dan tervalidasi. Responden-responden itu adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon.
Biasanya tidak sebanyak itu. Kalau Prabowo itu dapatnya di kisaran 20 persen biasanya, sekarang udah di kisaran 30 persen, berarti itu tambahan yang diperoleh oleh Prabowo dari kalangan pendukung Jokowi, karena pendukung Jokowi tidak memilih Prabowo pada 2019 lalu.”
Hasil survei mengungkap bahwa Prabowo menjadi capres potensial yang paling banyak dipilih dengan persentase 30,3 persen. Kemudian disusul Ganjar Pranowo dengan elektabilitas sebesar 26,9 persen, dan Anies sebesar 25,3 persen. Margin of error survei di kisaran ±2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Djayadi menerangkan, setidaknya ada dua hal yang membuat Prabowo berhasil berada di peringkat teratas. Pertama, karena faktor kedekatan dengan Presiden Joko Widodo.
Menurut Djayadi, sejak akhir 2022, Jokowi sering kali terlihat menunjukkan simbol dukungannya ke Prabowo. Misalnya, pada November tahun lalu dalam acara ulang tahun Partai Perindo. Kala itu, Jokowi menyinggung sudah dua kali Pilpres dan dua kali menang. Jokowi mengatakan, kelihatannya Pilpres selanjutnya adalah jatah Prabowo.
“Itukan sinyal yang jelas bahwa Jokowi mendukung atau memberikan endorsement kepada Prabowo,” kata Djayadi.
Kemudian, Djayadi melanjutkan, belum lama ini Jokowi juga melakukan swafoto bersama Prabowo dan Ganjar saat panen raya di tengah sawah, di Jawa Tengah. Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa Jokowi bukan hanya mendukung Ganjar pada Pilpres 2024, tetapi juga Prabowo.
Meski Jokowi menyebut momen swafoto itu hanyalah kebetulan, Djayadi menilai, hal tersebut tidak mungkin. “Mana yang begitu dalam politik? Apalagi bercandaan seperti itu. Yang kebetulan itu, peristiwa pertemuan yang tidak bisa dikontrol. Tapi kalau sesuatu yang direncanakan seperti acara-acara itu, ya, tidak ada kebetulan,” katanya.
Karena faktor endorsement itu, Prabowo mendapatkan dukungan lebih dari para pendukung setia Jokowi. Djayadi merinci, dalam surveinya, para pendukung Jokowi yang memilih Ganjar tinggal 39 persen, sementara yang memilih Prabowo sudah mencapai 31 persen, dan 17 persen Anies.
“Biasanya tidak sebanyak itu. Kalau Prabowo itu dapatnya di kisaran 20 persen biasanya, sekarang udah di kisaran 30 persen, berarti itu tambahan yang diperoleh oleh Prabowo dari kalangan pendukung Jokowi, karena pendukung Jokowi tidak memilih Prabowo pada 2019 lalu,” katanya.
Faktor kedua yang mempengaruhi melesatnya elektabilitas Prabowo adalah isu pembatalan Piala Dunia U-20. Batalnya penyelenggaraan Piala Dunia itu telah menimbulkan kekecewaan yang masif terhadap Ganjar. Pasalnya, Ganjar adalah salah satu tokoh yang terdepan menolak kedatangan tim nasional Israel.
“Itu menurunkan elektabilitas Ganjar di satu sisi, dan di sisi lain menaikkan elektabilitas Prabowo,” katanya. “Karena para pendukung penyelenggaraan Piala Dunia itu kebanyakan pendukung Jokowi. Mereka tampaknya menyalahkan PDI Perjuangan dan Ganjar karena penolakan terhadap Israel itu, yang mengakibatkan FIFA membatalkan tuan rumah Indonesia di Piala Dunia.”
Efek Jokowi ini, diamini oleh Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman. Dia mengatakan, Prabowo punya hubungan baik dengan Jokowi selama ini. Di sisi lain, Jokowi memiliki banyak pendukung. “Publik menilai Pak Prabowo adalah sosok yang loyal, senantiasa menjaga komitmen dukungan kepada Pak Jokowi. Kita tahu bahwa publik memperhatikan benar aspek loyalitas ini,” katanya.
Jokowi sudah sejak lama menyadari bahwa dirinya dinilai berpengaruh terhadap elektabilitas Prabowo. Namun, pada awal April lalu, Jokowi menampik hal tersebut. Meski tidak menjelaskan lebih lanjut. “Tadi disinggung mengenai Pak Prabowo yang naik elektabilitasnya. Saya pikir-pikir naiknya elektabilitas beliau itu bukan karena saya. Ndak. Ya, karena beliau sendiri dan Gerindra,” kata Jokowi.
Menurut Djayadi Hanan, setidaknya, ada empat faktor yang mempengaruhi elektabilitas. Faktor-faktor ini harus diperhatikan Prabowo jika ingin mempertahankan elektabilitasnya.
Pertama, berkaitan dengan figurnya sendiri. Djayadi menjelaskan, Prabowo harus mencitrakan dirinya sebagai sosok yang layak menjadi capres, merakyat, berwibawa, dan mampu memimpin.
Sebenarnya, Prabowo, Ganjar, dan Anies sudah memiliki hal tersebut. Oleh karena itu, ada faktor kedua, yaitu, berkaitan dengan isu-isu yang terus berkembang.
“Kemarin ada isu Piala Dunia. Mungkin nanti ada isu-isu lain yang berkembang. Kalau nama bakal calon tidak bisa mengelola isu itu dengan baik, itu bisa berpengaruh pada naik turunnya dukungan,” katanya.
Faktor ketiga, berkaitan dengan hubungan kepada tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh dan basis massa. Saat ini, Djayadi melanjutkan, Jokowi adalah tokoh yang paling berpengaruh. “Kalau endorsement Jokowi kuat terus ke Prabowo, mungkin momentum naiknya suara pendukung Prabowo bisa berlanjut,” katanya.
Faktor keempat, paparnya, berkaitan dengan situasi ekonomi, politik, dan semacamnya. Ini tak kalah penting karena akan berpengaruh pada penilaian masyarakat terhadap Prabowo.
Politisi senior Partai PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menanggapi santai hasil survei LSI. Hendrawan menilai, meski Prabowo saat ini meraih elektabilitas tertinggi, itu bukanlah hasil akhir.
Hasil survei masih mungkin berubah, selayaknya para bakal calon presiden tidak menganggap hal itu sebagai hasil akhir, masih banyak faktor untuk memperkuat elektabilitas yang bisa dilakukan.