Jakarta, Purna Warta – Badan Pangan Nasional (Bapanas) memastikan bahwa Indonesia tidak akan mengimpor beras pada tahun depan. Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menjelaskan alasan tersebut dalam pernyataannya.
“Pada tahun 2025, Indonesia tidak akan impor beras. (Optimis tidak impor?) Tentu, tahun depan, Indonesia tidak akan impor beras,” kata Arief saat ditemui di Kementerian Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta, Jumat (22/11/2024).
Arief menjelaskan bahwa seluruh pihak terkait akan berfokus untuk meningkatkan produksi beras, salah satunya dengan mencetak sawah seluas 750 ribu hektar per tahun. Program cetak sawah ini akan berlangsung selama tiga tahun berturut-turut, mulai dari 2025 hingga 2027.
Dengan program ini, Indonesia diproyeksikan akan mendapatkan tambahan produksi beras sebanyak 2,5 juta ton per tahun. Bahkan, Arief menyebutkan bahwa Indonesia berpotensi untuk mengekspor beras jika program tersebut berjalan dengan baik.
“Fokus kita adalah menanam di 750 ribu hektar. Dampaknya, kita akan memperoleh tambahan 2,5 juta ton setiap tahun. Jika tambahan 2,5 juta ton itu tercapai, sementara kebutuhan kita sekitar 30 juta ton, berarti totalnya menjadi 32,5 juta ton, dan kita tidak perlu impor lagi. Tahun berikutnya akan bertambah lagi 2,5 juta ton, sehingga kita berpotensi mengekspor hingga 5 juta ton,” ungkap Arief.
Selain itu, pemerintah juga terus menyiapkan berbagai fasilitas penunjang, mulai dari gudang beras hingga alat pengering. Badan Pusat Statistik (BPS) juga akan memanfaatkan metode Kerangka Sampel Area (KSA) untuk memantau data produksi padi. Dengan metode ini, Arief mengungkapkan, pemerintah dapat memprediksi produksi beras setiap tiga bulan ke depan.
“KSA memungkinkan prediksi hasil padi setiap tiga bulan. Kami sudah bisa memperkirakan hasil padi pada setiap fase pertumbuhannya, mulai dari fase vegetatif hingga generatif, yang akan siap dipanen,” jelas Arief.
Meski fokus pada peningkatan produksi beras, Arief memastikan bahwa harga gabah di tingkat petani tidak akan jatuh. Hal ini sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu, meskipun Indonesia sempat mengimpor beras.
“Harga gabah, meskipun kita mengimpor, tidak pernah turun di bawah Rp 6 ribu. Artinya, impor tetap terukur. Ini terjadi meski kita menghadapi El Nino dan perubahan iklim,” tambahnya.