Sejarah Proyek Kereta Cepat Whoosh Jakarta-Bandung yang Kini Diselidiki KPK

Jakarta, Purna Warta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang menyelidiki dugaan kasus terkait proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh, yang dimulai sejak awal tahun 2025. Proyek ambisius ini memiliki sejarah panjang sejak masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan terus bergulir hingga era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Proyek Kereta Cepat Whoosh digarap dengan skema business to business oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). KCIC merupakan konsorsium yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh Indonesia, yaitu 60% oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan 40% sisanya oleh China Railway International (CRI). PSBI sendiri adalah gabungan dari empat BUMN: PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I.

Pendanaan proyek, melansir dari situs resmi KCIC, sebagian besar diperoleh dari pinjaman China Development Bank (75%). Sementara 25% sisanya merupakan setoran modal pemegang saham, yakni gabungan dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) (60%) dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd. (40%).

Pembangunan proyek ini tidak berjalan mulus. Awalnya, target penyelesaian ditetapkan pada tahun 2019. Namun, kendala pembebasan lahan yang tak kunjung selesai pada awal groundbreaking membuat pendanaan dari China sempat tertunda, yang kemudian menjadi masalah utama penyebab pembengkakan biaya.

Proyek ini baru diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Oktober 2023 di Stasiun Halim, Jakarta.

Estimasi awal biaya pembangunan adalah US$ 5,5 miliar. Angka ini kemudian membengkak menjadi US$ 5,8 miliar, lalu naik lagi menjadi US$ 6,07 miliar. Pembengkakan biaya diperkirakan mencapai US$ 1,176-1,9 miliar lagi, sehingga total biaya maksimal diperkirakan mencapai US$ 7,97 miliar.

China bukanlah satu-satunya negara yang tertarik menggarap proyek kereta cepat di Indonesia. Pemerintah sempat melakukan studi kelayakan dengan Japan International Corporation Agency (JICA) terkait proyek kereta semi cepat Jakarta-Surabaya sepanjang 748 km, yang diproyeksi menempuh waktu 5,5 jam.

Setelah studi kelayakan, pemerintah membuka lelang. Jepang melalui utusannya, Izumi Hiroto, membawa proposal revisi kedua ke Jakarta pada 26 Agustus 2015. Sementara China telah lebih dulu mengirimkan proposalnya pada 11 Agustus 2015.

Jepang menawarkan pinjaman proyek dengan masa waktu 40 tahun, bunga hanya 0,1% per tahun (turun dari tawaran sebelumnya 0,5%), dan masa tenggang 10 tahun. Di sisi lain, China menawarkan pinjaman sebesar US$ 5,5 miliar dengan bunga lebih tinggi, yaitu 2% per tahun, namun dengan jangka waktu yang lebih panjang, yaitu 50 tahun.

Pemerintah menunjuk Boston Consulting Group untuk mengevaluasi kedua penawaran. Keputusan akhir pemerintah memilih China didasarkan pada salah satu alasan utama: pihak Jepang tidak bersedia menggarap proyek tanpa adanya jaminan dari pemerintah, sementara China siap menggarap dengan skema business to business tanpa jaminan pemerintah.

Mengenai perkembangan saat ini, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, telah membenarkan bahwa pihaknya tengah mengusut dugaan kasus terkait proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh.

“Ya benar jadi perkara tersebut saat ini sedang dalam tahap penyelidikan di KPK,” katanya kepada wartawan, dikutip detikNews, Selasa (27/10/2025).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *