Jakarta, Purna Warta – Produksi minyak dan gas bumi (migas) Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar, dengan tren penurunan yang terus berlanjut.
Baca juga: Mentan Semangati Pemuda Untuk Bergerak di Bidang Pertanian
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, lifting minyak telah menurun sejak tahun 2015. Pada tahun tersebut, realisasi lifting minyak tercatat 779 ribu barel per hari (bopd). Angka ini sempat naik menjadi 829 ribu bopd pada 2016, namun kemudian menurun di tahun-tahun berikutnya: 804 ribu bopd (2017), 778 ribu bopd (2018), 746 ribu bopd (2019), 707 ribu bopd (2020), 660 ribu bopd (2021), 612 ribu bopd (2022), dan 605,4 ribu bopd pada 2023.
Penurunan serupa juga terjadi pada gas. Di tahun 2015, realisasi lifting gas mencapai 1,202 juta barel setara minyak per hari (boepd), namun turun menjadi 1,180 juta boepd pada 2016 dan 1,142 juta boepd pada 2017. Lifting gas terus menurun dengan angka 1,145 juta boepd (2018), 1,059 juta boepd (2019), 983 ribu boepd (2020), 995 ribu boepd (2021), 953 ribu boepd (2022), dan 960 ribu boepd pada 2023.
Pada tahun 2024, target lifting migas ditetapkan sebesar 1,668 juta boepd, yang terdiri dari lifting minyak sebesar 635 ribu bopd dan gas 1,033 juta boepd. Namun, dalam rapat kerja dengan Komisi VII pada 27 Agustus 2024, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan anggota dewan sepakat menurunkan target lifting migas tahun 2025 menjadi 1,610 juta boepd, dengan rincian minyak 605 ribu bopd dan gas 1,005 juta boepd.
Bahlil menjelaskan, lifting minyak Indonesia pernah mencapai 1,6 juta barel per hari, sementara konsumsi minyak saat itu hanya 700 ribu barel per hari, sehingga terdapat surplus sekitar 900 ribu hingga 1 juta barel per hari. Kondisi ini memungkinkan Indonesia menjadi anggota OPEC. Namun, saat ini situasinya berbeda drastis, dengan konsumsi minyak mencapai 1,5 hingga 1,6 juta barel per hari, sementara lifting minyak hanya sekitar 600 ribu barel per hari.
Bahlil menyatakan, bahkan lifting minyak tahun 2024 mungkin tidak akan mencapai 600 ribu barel per hari, dengan perkiraan maksimum hanya 580 ribu barel per hari. Ia juga menyoroti bahwa penurunan produksi ini tidak diiringi dengan upaya peningkatan lifting, meskipun terdapat cadangan yang belum dimanfaatkan sepenuhnya.
Baca juga: Pertamina Jelaskan Harga Avtur Sudah Kompetitif dan Sesuai Aturan
Setelah melakukan pendalaman, Bahlil mengungkapkan bahwa 90% dari lifting 600 ribu barel ini berasal dari Pertamina dan ExxonMobil. Dari total sekitar 44 ribu sumur, hanya 16 ribu sumur yang berproduksi, sementara 16 ribu sumur lainnya berada dalam kondisi idle atau tidak beroperasi. Ia juga menyebutkan bahwa sekitar 5.000 sumur memiliki potensi untuk dioptimalkan.
Bahlil menegaskan bahwa jika sumur-sumur tersebut tidak dikelola, lebih baik dibuka kesempatan bagi swasta nasional atau asing yang benar-benar mau mengelola sumur tersebut, dengan target pendapatan negara sebesar 600 ribu barel per hari, yang setara dengan pendapatan US$ 12 miliar.