Jakarta, Purna Warta – Situasi ketahanan pangan di Indonesia saat ini disebut mengkhawatirkan. Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso, menyatakan bahwa kondisi ini terjadi karena sebagian besar kebutuhan pangan Indonesia dipenuhi melalui impor.
Baca juga: Tiket MotoGP Mandalika Diskon hingga 70%
Sutarto menjelaskan bahwa banyak komoditas pangan di Indonesia kini didominasi oleh impor, seperti kacang hijau, kedelai, daging, gandum, hingga beras.
“Hampir semua kebutuhan pangan kita impor. Meskipun di kancah internasional hal ini dianggap biasa, namun bayangkan, saya baru saja mendapat data dari BPS bahwa kacang hijau, kacang tanah, dan kedelai sudah 90% impor. Selain itu, daging, jagung, dan gandum yang mencapai 12 juta ton juga impor. Jadi, apa yang tidak kita impor?” ujarnya di Indonesia International Rice Conference (IIRC) di The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Jumat, 20 September 2024.
Dia juga menyoroti lonjakan impor beras dalam dua hingga tiga tahun terakhir. Tahun ini, kuota impor beras Indonesia mencapai 3,6 juta ton.
“Dalam dua tahun terakhir, impor beras mencapai 6 juta ton. Meskipun impor 2023 merupakan carry over dari 2022, yang membuat angka tahun 2022 relatif kecil, tapi di 2023 kita sudah mencapai 2,4 juta ton, dan kemungkinan akan digenapkan menjadi 3,6 juta ton. Ini situasi yang sangat mengkhawatirkan,” jelasnya.
Sutarto menyebut, tingginya ketergantungan pada impor pangan disebabkan oleh penurunan lahan pertanian. Dia menekankan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan produktivitas, terutama dalam hal produksi beras. Sejak 2018, luas panen terus menurun, menunjukkan bahwa kondisi perberasan di Indonesia berada dalam situasi kritis.
“Kita tahu sejak 2018, luas panen terus menurun, dari 10,7 juta hektare menjadi sekitar 10,1 juta hektare. Ini menandakan masalah lahan yang semakin kritis,” tambahnya.
Masalah infrastruktur, terutama irigasi, juga disebut sebagai faktor penting. Sutarto mengungkapkan bahwa pemeliharaan infrastruktur irigasi masih kurang, khususnya di daerah dengan curah hujan rendah.
Baca juga: BNN Jelaskan Narkoba Menarget Anak-anak
“Di daerah dengan jaringan irigasi yang baik dan sumber air yang cukup, produksi bisa dilakukan dua kali setahun. Namun, di daerah lain, yang hanya mengandalkan musim hujan, produksi bisa hanya sekali setahun karena lahan kering,” jelasnya.
Sutarto juga menyoroti banyaknya lahan yang ditinggalkan, sehingga penurunan luas panen semakin signifikan.
“Jika kita tidak serius menangani masalah lahan ini, terutama yang berkaitan dengan penurunan luas panen, kita berada dalam keadaan darurat untuk beras. Ini harus diatasi dengan serius,” tutupnya.