Jakarta, Purna Warta – Presiden Prabowo Subianto menyoroti adanya pihak yang menentang kebijakan efisiensi belanja anggaran. Ia menyebut mereka sebagai ‘raja kecil’ yang merasa kebal hukum.
Baca juga: Puskesmas Pasar Minggu Layani Cek Kesehatan Gratis, Kuota 30 Orang per Hari
“Saya melakukan penghematan, saya ingin pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, pengeluaran-pengeluaran yang mubazir, pengeluaran-pengeluaran yang alasan untuk nyolong, saya ingin dihentikan, dibersihkan. Ada yang melawan saya, ada. Dalam birokrasi merasa sudah kebal hukum, merasa sudah menjadi ‘raja kecil’, ada. Saya mau menghemat uang, uang itu untuk rakyat, untuk memberi makan untuk anak-anak rakyat,” ujar Prabowo dalam sambutannya di Kongres ke-XVIII Muslimat NU di Jatim Expo, Surabaya, Senin (10/2/2025), dikutip dari detikNews.
Direktur Segara Institut, Piter Abdullah, menilai istilah ‘raja kecil’ ini lebih mengarah kepada kepala daerah, khususnya di tingkat kabupaten/kota.
“Saya kira itu lebih ditujukan ke kepala daerah, khususnya kabupaten kota yang memang sudah cukup lama berperilaku seperti raja kecil dengan kewenangan dan anggaran yang mereka miliki,” kata Piter saat dihubungi detikcom, Senin (10/2/2025).
Menurutnya, sistem otonomi daerah yang memberikan kepala daerah kewenangan luas membuat mereka sering bertindak seolah terpisah dari pemerintah pusat dan provinsi. Akibatnya, koordinasi menjadi sulit.
Sejalan dengan itu, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, juga menduga bahwa istilah ‘raja kecil’ merujuk pada kepala daerah. Namun, ia juga membuka kemungkinan bahwa sosok yang dimaksud bisa jadi adalah menteri.
“Ada dua, bisa kepala daerah atau menteri yang merasa bahwa pemangkasan anggaran dilakukan secara berlebihan tanpa melihat dampaknya,” ujar Bhima dalam kesempatan terpisah.
Ia menjelaskan bahwa model pemangkasan anggaran dalam Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 berbeda dengan sistem automatic adjustment pada era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Pada masa Jokowi, kementerian atau lembaga masih dapat mengajukan rekomendasi untuk membuka blokir anggaran jika dianggap salah sasaran. Namun, dalam kebijakan Prabowo, pemangkasan dilakukan langsung.
“Sekarang main pangkas saja, padahal esensial, akhirnya kena kemana-mana. Ada pegawai yang disuruh beli BBM sendiri untuk operasional, sampai gangguan layanan publik lainnya. Ini kan nggak bener ya main pangkas asal-asalan begitu,” ujar Bhima.
Meski begitu, Bhima menilai pemangkasan anggaran perjalanan dinas atau rapat di hotel masih bisa dibenarkan karena sudah tersedia ruang di gedung pemerintahan. Namun, jika pemangkasan berdampak pada layanan publik, maka wajar jika kebijakan ini mendapat protes.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Siapkan QR Code untuk Pembelian Gas Elpiji 3 Kg
“Begitu juga soal masalah kewenangan daerah mengelola sendiri anggarannya jadi terganggu karena pemerintah pusat intervensi sampai ke APBD. Apalagi banyak daerah yang kapasitas fiskalnya terbatas jadi terimbas pemangkasan,” tambahnya.