PurnaWarta — Kericuhan terjadi kembali di Jembatan penghubungan antara Madura dan Surabaya. Kericuhan tersebut diakibatkan oleh para pengendara yang tidak mau antri untuk penyekatan dan tes swab.
Aksi tersebut terekam video dan menjadi viral di media sosial. Salah satunya, dibagikan oleh akun @sehatsurabayaku. Dalam keterangan video, dijelaskan bahwa terdapat massa yang juga membawa petasan dan mengarahkan ke petugas.
Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Gatot Repli Handoko merespons peristiwa itu, dia mengatakan bahwa insiden tersebut bukan kerusuhan.
“Tidak ada rusuh, hanya para pengendara roda dua memaksa untuk cepat saja. Tidak sabar antrian,” kata Gatot saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (22/6).
Namun demikian, Gatot belum merincikan lebih lanjut kronologi kejadian ataupun penyulut peristiwa tersebut. Termasuk, detail peristiwa.
Warga harus menunjukkan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) untuk dapat melintas di jembatan tersebut. Dalam SIKM, perlu diperlihatkan hasil swab nonreaktif yang berlaku paling lama tujuh hari.
Merujuk pada video yang beredar, terdengar beberapa kali suara letupan petasan kencang yang tidak diketahui asalnya. Kemudian, beberapa pengendara motor juga terlihat adu mulut dengan aparat yang berjaga.
Suara klakson motor pun tak terhindarkan dalam rekaman video tersebut. Antrian kendaraan roda dua memang terlihat cukup mengular panjang.
Hal itu bukan pertama kalinya warga mencoba merangsek masuk secara paksa melewati pos penyekatan. Sejak beberapa hari lalu, masyarakat sudah beberapa kali mengamuk dan ogah disekat.
Bahkan ratusan warga Bangkalan, Madura, Jawa Timur yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Madura Bersatu mendatangi Balai Kota Surabaya untuk medemo kebijakan penyekatan dan swab di Jembatan penghubung itu.
Salah satu Jubir Koalisi Masyarakat Madura Bersatu, Ahmad Annur menilai bahwa kebijakan Pemkot Surabaya yang menerapkan Penyekatan Suramadu adalah keputusan tebang pilih.
“Apa iya Covid-19 hanya menjangkit orang yang bepergian dan melintas Suramadu?” ucap dia.
Mereka menilai, kebijakan penyekatan ini merupakan keputusan prematur. Menurut mereka, seharusnya Wali Kota, Eri Cahyadi melakukan koordinasi dulu dengan pimpinan daerah lainnya.