Jakarta, Purna Warta – Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Wiko Migantoro, melaporkan kinerja keuangan perusahaan hingga Oktober 2024. Pertamina mencatatkan pendapatan sebesar US$ 62,5 miliar atau setara dengan Rp 996,25 triliun (kurs Rp 15.940/US$). Selain itu, laba bersih mencapai US$ 2,66 miliar atau sekitar Rp 41 triliun.
Baca juga: Menperin Siapkan Generasi Muda untuk Industri Masa Depan Menuju Indonesia Emas 2045
“Sampai dengan Oktober 2024 ini kita telah membukukan laba bersih US$ 2,66 miliar dengan revenue US$ 62,5 miliar,” ujar Wiko dalam rapat bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Wakil Dirut Pertamina itu optimis bahwa pendapatan tahun ini akan menyamai pencapaian tahun lalu, di mana Pertamina meraih pendapatan US$ 75,8 miliar dan laba bersih sebesar US$ 4,44 miliar. Namun, ia mengakui bahwa bisnis midstream menghadapi tantangan berat akibat tekanan global.
“Kami mengalami situasi yang memberikan tekanan besar di bisnis midstream, serupa dengan kondisi di banyak kilang di dunia yang berjuang untuk menjalankan operasionalnya,” jelasnya.
Untuk mencapai target kinerja, Pertamina telah mengalokasikan belanja investasi sebesar US$ 4,7 miliar hingga Oktober 2024, sebagian besar diarahkan ke sektor hulu untuk meningkatkan produksi minyak.
“Sebagian besar belanja investasi digunakan untuk kegiatan di sektor hulu yang menghasilkan produksi minyak,” tambah Wiko.
Baca juga: Cak Imin Tunjuk Pendiri Tokopedia Leon Edison Sebagai Deputi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pertamina juga menunjukkan komitmennya terhadap efisiensi operasional. Hingga Oktober 2024, perusahaan mencatatkan Cost Optimization sebesar US$ 780 juta, menunjukkan semangat efisiensi yang diterapkan oleh holding dan sub-holding.
“Kami terus melakukan efisiensi, di mana di tahun 2024 ini, hingga saat ini, kita sudah membukukan cost optimization sebesar US$ 780 juta,” tutup Wiko.
Dengan upaya tersebut, Pertamina optimis akan terus menjaga stabilitas kinerja perusahaan di tengah tekanan bisnis global.