Jakarta, Purna Warta – Respons diberikan oleh pihak Badan Pangan Nasional (Bapanas) kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) terkait perhitungan ulang harga eceran tertinggi (HET) beras premium. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh langkanya stok beras di sejumlah toko ritel.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menegaskan, pihaknya tidak akan melakukan penyesuaian HET. Kendati demikian, pihaknya akan menyesuaikan harga beras dari Bulog agar bisa sedikit diturunkan. Begitu pula dengan pengusaha ritel, akan diminta untuk menurunkan margin keuntungannya.
“Ini kita sesuaikan harga dari Bulog agak kita turunkan sedikit. Teman-teman di sini turunkan sedikit, Pak Roy (Ketua Aprindo) saya minta 1-2 bulan turunkan harga margin (keuntungan) juga untuk merah putih,” kata Arief, ditemui usai rapat bersama Aprindo dan Food Station, di Food Station Cipinang Jaya, Jakarta Timur, Senin (12/2/2024).
Arief menjelaskan, langkah ini dilakukan lantaran menurutnya masalah yang terjadi saat ini ialah masalah produksi. Sementara HET sendiri berasal dari production cost, bukannya harga pasar atau market price.
“Kalau sekarang saya tanya, fokus di HET atau diproduksi? Kalau produksi harus yang dibenarkan jangan HET diubah, kenapa? karena impact akan kemana-mana,” jelasnya.
Menurutnya apabila HET diubah, karena barangnya nggak ada di lokal saat ini, akan memperburuk keadaan. Adapun kenapa barang lokal saat ini belum banyak di pasaran lantaran masih menunggu panen besar di bulan Maret mendatang.
“HET sebagai kontrol dari pemerintah harga ketinggian, kerendahan. Tapi nanti setelah panen raya kita duduk lagi. Kenapa? Karena kalau sekarang nggak tepat, apa-apa yang diambil keputusan dalam kondisi tidak seimbang karena ini banyak impornya,” terang Arief.
Lebih lanjut Arief menjelaskan kalau Bulog akan menurunkan harga penawarannya kepada ritel untuk produk beras. Dengan demikian, menurutnya akan adil di mana baik Bulog maupun pengusaha ritel sama-sama menurunkan keuntungannya.
“Ya kita sama-sama hari ini. Jadi teman-teman ini kan semua punya margin, margin kurangi tapi nggak rugi, boleh kan?,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menyambut positif keputusan tersebut. Menurutnya, hal ini juga menjadi salah satu usulan yang disampaikannya dalam rapat demi menjamin ketersediaan beras di toko ritel modern.
Roy menjelaskan, beberapa toko ritel kekurangan stok beras lantaran suplai Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) tidak lancar dan harga beras komersial naik. Karena toko tidak mungkin jual rugi, akhirnya tidak bisa buka PO beras komersial. Oleh karena itu, harapannya langkah ini bisa membantu menangani masalah tersebut.
“Ini juga menjadi salah satu yang kita usulkan, kan ada dua. Kalau HET kan sensitif juga ke inflasi,” ujar Roy.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ada tiga tipe beras yang dijual di toko ritel, di antaranya beras komersial yang berasal dari perusahaan swasta, beras komersial milik Perum Bulog yang diserap dari petani dan beras SPHP yang berasal dari impor.
“Saya minta jaminan (ke Bulog sampai panen), minimal beras SPHP harus lancar ke ritel. Karena kalau nggak ada beras premium kemasan, masih ada SPHP. Kan SPHP itu sebenarnya premium, jadi oke aja masyarakat. Tapi jangan sampai raknya kosong. Itu yang membuat masyarakat, wahh (panic buying),” ujarnya.
Sebagai tambahan informasi, Sebelumnya, Roy N Mandey meminta relaksasi harga eceran tertinggi (HET) beras untuk pasar ritel. Dia meminta pengusaha ritel dipertemukan dengan produsen bersama pemerintah. Pertemuan itu membahas terkait harga beras premium yang akan dijual di ritel, seperti kesepakatan HET beras premium di ritel.
“Ini baru Jumat akan dibahas, untuk mencari harga tengah. Tentunya produsen nggak mau jual di bawah HET, jadi ada harga tengah, sehingga peritel juga nggak beli mahal, jual rugi. Produsen juga jangan memanfaatkan keterbatasan beras untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan harga semahal-mahalnya,” jelas Roy Mandey.
Roy mengatakan keterbatasan dan kekosongan beras di ritel yang terjadi belakangan ini disebabkan karena pengusaha saat ini menahan pembelian pasokan baru dari produsen atau distributor.
Pengusaha ritel belum membeli stok baru dari produsen karena harga jual yang ditawarkan melonjak sangat tinggi 2%-30% dari sebelumnya. Roy mengatakan hal tersebut berdasarkan surat pengumuman dari produsen dan distributor kepada ritel.
Kesepakatan dan titik tengah antara ketiga lembaga yaitu Bapanas, Aprindo, dan juga Bulog masih terus diusahakan demi menghasilkan keputusan terbaik untuk harga pasar beras.